August
06
2019
     21:21

Rupiah tertekan membuat yield SUN terkerek

Rupiah tertekan membuat yield SUN terkerek

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi Indonesia kembali memasuki fase penuh tekanan. Hal ini setelah yield Surat Utang Negara (SUN) mengalami tren kenaikan dalam beberapa waktu terakhir.

Mengutip Bloomberg, yield SUN seri acuan 10 pada Selasa (6/8) berada di level 7,62%. Angka ini sebenarnya sedikit turun dibandingkan posisi di perdagangan kemarin yakni 7,65%. Namun, tren kenaikan masih tampak terlihat lebih dari sepekan terakhir. Ini mengingat pada 26 Juli lalu, yield SUN masih berada di level 7,18%.

Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management Eric Sutedja menyampaikan, tren kenaikan yield SUN yang terjadi akhir-akhir ini merupakan imbas dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Mata uang garuda terkoreksi akibat imbas dari meningkatnya eskalasi perang dagang antara AS dan China, terutama ketika memasuki awal bulan Agustus. Bahkan, perang dagang antara kedua negara tersebut sudah mulai berubah menjadi perang mata uang.

Asal tahu saja, pertengahan pekan lalu Presiden AS Donald Trump mengancam akan memberi tambahan tarif 10% pada produk impor China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September mendatang. Tensi perang dagang kian memanas usai Trump sempat menuduh China sebagai manipulator mata uang.

Sebagai tanggapan atas tuduhan AS, pemerintah China lantas sengaja melemahkan mata uang yuan agar produk-produk ekspornya tetap kompetitif di pasar.

Tercatat, hari ini mata uang yuan China telah menyentuh level CNY 7,03 per dolar AS. Ini merupakan level terendah dalam satu dekade terakhir.

Lantas, kurs rupiah kembali melemah 0,15% ke level Rp 14.277 per dolar AS pada hari ini. “Dalam lima tahun terakhir, rupiah sangat terpengaruh oleh pergerakan dollar AS dan yuan,” kata Eric, Selasa (6/8).

Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia Fikri C. Permana juga mengatakan, depresiasi rupiah belakangan ini berdampak negatif bagi pasar obligasi dalam negeri. Bukan tidak mungkin tren kenaikan yield SUN berlanjut jika kurs rupiah tidak segera stabil.

Ia menilai, Indonesia dalam tekanan mengingat perang dagang tak hanya melibatkan AS dan China, melainkan juga Jepang dan Korea Selatan. “Sayangnya China, Jepang, dan AS adalah tiga negara teratas tujuan ekspor Indonesia,” ungkapnya.

Di saat yang sama, kinerja ekspor Indonesia belum cukup memuaskan karena masih kesulitan menemukan pasar baru di tengah berkecamuknya perang dagang. Hal ini yang membuat data neraca dagang Indonesia rentan defisit.

Begitu pula dengan defisit neraca transaksi berjalan Indonesia yang kembali terancam melebar.

Padahal, kedua data tadi sangat krusial bagi fundamental rupiah yang ujung-ujungnya mempengaruhi kondisi pasar obligasi domestik.

Belum cukup, terdepresiasinya rupiah tak hanya mendorong kenaikan yield SUN. Investor asing pun berpeluang melakukan aksi jual seiring meningkatnya risiko perbedaan nilai tukar.
Jika demikian, tekanan di pasar obligasi Indonesia makin besar, apalagi nilai kepemilikan asing kini telah di atas Rp 1.000 triliun.

Sementara itu, Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail menilai, tren kenaikan yield SUN masih berpotensi terjadi paling tidak hingga akhir Agustus nanti.

Menurutnya, selama konflik antara AS dan China terus berlanjut, sangat sulit yield SUN kembali bergerak turun. Terlebih lagi, sentimen tersebut sangat berkorelasi dengan pergerakan nilai tukar rupiah.

Peluang yield SUN untuk kembali turun diperkirakan baru akan terjadi ketika memasuki September-Oktober. Pasalnya, pada saat itu The Federal Reserve tidak menutup kemungkinan kembali memangkas suku bunga acuan AS melalui agenda Federal Open Market Committee.

“Pemotongan suku bunga acuan bisa menjadi stimulus bagi pasar obligasi di tengah konflik perang dagang yang belum usai,” ungkapnya.

Eric menilai, jika rupiah kembali menguat secara berkelanjutan ada potensi yield SUN 10 tahun dapat turun lagi hingga mendekati level 6% seperti di pertengahan bulan lalu.

Ia menambahkan, para investor, terutama investor lokal, masih bisa memanfaatkan tren kenaikan yield SUN untuk masuk ke pasar obligasi. Hal ini seiring adanya spread yang lebar antara yield SUN dengan yield US Treasury untuk tenor 10 tahun sekitar 580 bps.

Begitu pula dengan real interest rate Indonesia yang masih menarik mengingat tingkat inflasi berada di kisaran 3%. (Dimas Andi)

 

Halaman   1 2 Show All

Release Terkini

No Release Found

Terpopuler


2024 © Kontan.co.id A subsidiary of KG Media. All Rights Reserved