January
25
2018
     14:16

"Menyingkap Gunung Es Masalah Perumahan"

1. Bahwa pihak BRI dan BTN tidak dapat memberikan jaminan atau kepastian hukum kepada warga mengenai keberadaan sertifikat hak milik atas rumah yang sedang dicicil oleh warga penghuni Violet Garden;

2. Bahwa pada saat klarifikasi ditemukan sebagian besar para pemohon KPR baik pada BTN dan BRI tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

3. Adanya dugaan itikad tidak baik dari pihak developer dalam hal ini adalah PT. NK dalam menjalankan kegiatan usahanya sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen Pasal 7 tentang Kewajiban Pelaku Usaha adalah beritikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya, dengan cara tidak memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur di awal pemberian kredit;

4. Bahwa Undang-undang Perlindungan Konsumen mengatur Hak Konsumen yang dalam Pasal 4 tentang hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur;

5. Dalam kegiatan usaha Perbankan, Bank memegang 5 prinsip salah satunya adalah Collateral merupakan jaminan yang menjadi dasar Bank memberikan pembiayaan kepada konsumen, sedangkan dalam peristiwa ini pihak BRI maupun BTN kurang hati-hati/lalai dalam menjalankan fungsi ini. Objek jaminan (sertifikat) yang menjadi salah satu unsur penting dalam pemberian kredit tidak diperhatikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 8 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

6. Peristiwa peralihan/perpindahan objek jaminan (sertifikat) rumah sebanyak kurang lebih 204 sertifikat yang seharusnya berada dalam penguasaan BRI dan BTN sebagai lembaga pembiayaan menimbulkan kerugian bagi konsumen (penghuni Violet Garden).

7. Bahwa dalam klarifikasi kepada pihak-pihak yang sudah disebutkan di atas ternyata sudah ada 3 laporan polisi terhadap pengembang yang dilakukan oleh warga Violet Garden, Pihak BRI dan Pihak Maybank kepada Kepolisian Republik Indonesia.

Langkah Segera dan Negara Harus Hadir

Seiring dengan meningkatnya penyediaan perumahan bagi masyarakat, pertumbuhan bisnis dan kepemilikan perumahan berkembang sangat cepat dan meluas. Hal ini perlu diiringi oleh kehadiran akses pemulihan hak dan kepastian hukum yang memadai bagi konsumen perumahan.

Berdasarkan analisa dokumen yang diterima oleh BPKN, hasil wawancara dan klarifikasi dengan pihak terkait serta fakta lapangan, maka BPKN telah  menyampaikan pertimbangannya kepada BTN, BRI, Direktur Utama PT. Nusuno Karya (PT NK) dengan nomor surat: 2/BPKN/1/2018, Perihal Rekomendasi BPKN terhadap pengaduan warga perumahan Violet Garden  yaitu:

(a) Meminta BTN dan BRI untuk SEGERA MENGHENTIKAN SEMENTARA proses penagihan angsuran/cicilan kepada warga perumahan Violet Garden sampai adanya jaminan bahwa warga akan mendapatkan sertifikat apabila telah melunasi pembayaran (angsuran/cicilan) KPR-nya, (b) Meminta BTN, BRI dan PT. Nusuno Karya untuk SEGERA MENYELESAIKAN KEWAJIBANNYA UNTUK MENYERAHKAN DOKUMEN SERTIFIKAT RUMAH WARGA PERUMAHAN VIOLET GARDEN  yang telah melunasi pembayaran (angsuran/cicilan) KPR-nya (c) Kepada seluruh penghuni perumahan Violet Garden yang masih dalam proses pengangsuran agar MENUNDA pembayaran (angsuran/cicilan) kepada BTN, BRI dan PT. Nusuno Karya sampai dengan adanya jaminan dari pihak BTN, BRI dan PT. Nusuno Karya mengenai keberadaan dan kepastian warga akan menerima sertifikat apabila telah melunasi kewajibannya.  

Tertib bagi Pengembang sangat penting

BPKN mengharapkan agar pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan penyediaan perumahan  masyarakat, dapat diterapkan dengan berdisiplin, karena kasus-kasus tersebut dapat terjadi di semua jenis perumahan dan terhadap semua konsumen.

“Izin-izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah tidak boleh dilepas tanpa pengawasan. Pemerintah melalui aparaturnya harus mengawasi ketertiban dari pelaksanaan izin-izin terkait di lapangan, tegas Ardiansyah  

Pengembang perumahan perlu mematuhi tertib, proses, tertib prosedur dan tertib pelaksanaan dalam menjalankan bisnis pengadaan perumahan. Pengembang perlu diawasi dalam melaksanakan penjelasan dimana terdapat aturan yang bersifat melindungi konsumen dan menjadi pedoman mengenai isi kesepakatan dalam Perjanjian Perikatan Jual Beli (Pasal 42 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2011 dan Penjelasan Pasal 43 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2011). 

Pasal-pasal tersebut mengatur antara lain yaitu : lokasi rumah berada di wilayah mana, kondisi tanah/kaveling seperti letak lokasi dan ukuran luas tanah serta patuk batas, bentuk rumah dan spesifikasi bangunan, harga rumah dan cara pembayarannya, ketersediaan prasarana dan sarana serta utilitas umum perumahan dan fasilitas lainnya (fasilitas sosial dan fasilitas umum), waktu penyelesaian bangunan dan serah terima rumah, penyelesaian sengketa, dan hal-hal lain yang disepakati para pihak.

Proses Pemasaran Tidak Boleh Mengandung Unsur Ketidakpastian

BPKN mengingatkan kembali bahwa pada saat proses pemasaran rumah oleh pengembang tidak boleh mengandung unsur ketidakpastian.

Hal ini diamanatkan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f  UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK),  bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Demikian pula dalam Pasal 9 ayat (1) UUPK bahwa Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Dalam pasal 10 UUPK dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran, dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

BPKN mengharapkan agar masyarakat konsumen sendiri juga meningkatkan pengetahuan dan pemahamannnya atas aspek-aspek terkait dengan transaksi pembelian rumah. Konsumen perlu menseksamai beberapa hal berikut saat bertransaksi.

• adanya kepastian lokasi rumah atau sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dengan dimilikinya Izin Lokasi; • adanya kepastian telah dimilikinya tanah oleh pengembang dengan menunjukkan sertifikat hak atas tanah; • adanya Izin Mendirikan Bangunan; dan • adanya jaminan dari Lembaga pembiayaan untuk terlaksananya pembangunan rumah.

Rizal menambahkan,“Berdasarkan Undang-Undang 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, memiliki syarat bahwa untuk mendirikan bangunan gedung di Indonesia diwajibkan untuk memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal ini wajib dan selalu pastikan bahwa rumah yang dibeli memiliki IMB tersebut. Hal ini akan membantu Anda untuk menghindari berbagai masalah di kemudian hari terkait dengan izin bangunan tersebut”.

Syarat-syarat tersebut memberikan kejelasan hak atas tanah dan bangunan, dan menjamin kepastian bahwa Pengembang akan memenuhi hak konsumen yaitu memperalihkan hak atas tanah dan rumah kepada konsumen.

“Pemerintah perlu menseksamai dan menindaklanjuti pemulihan hak konsumen perumahan ini agar kejadian yang sama tidak terulang  di masa depan”, Pungkas Ardiansyah.

Halaman   1 2 Show All

Release Terkini

No Release Found

Terpopuler


2024 © Kontan.co.id A subsidiary of KG Media. All Rights Reserved