December
28
2017
     09:04

Catatan Akhir Tahun BPKN 2017:Perlindungan Konsumen "Masih Tertinggal"

Catatan Akhir Tahun BPKN 2017:Perlindungan Konsumen

Ketua BPKN menjelaskan bahwa kedua UU tersebut memerlukan pembaruan aturan pelaksanaan. Tahun 1988 tentang Rumah Susun dan Peraturan Pelaksanaannya.

“PP tersebut memerlukan pembaruan dan penyesuaian agar mampu mengakomodasi amanat berbagai UU yang lebih baru, seperti UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun” jabar Ketua BPKN, Ardiansyah.

“ketentuan-ketentuan dalam tiga undang-undang tersebut sudah memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi Konsumen jika tahapan dan persyaratan dari proses jual beli rumah atau Satuan Rumah Susun dilaksanakan secara utuh dan benar”, tambah Ardiansyah

Rekomendasi BPKN untuk pembaruan ini telah disampaikan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2014, untuk (a) Segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) baru pengganti PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun dan Peraturan Pelaksanaannya, (b) Membuat Pedoman/Juknis yang lebih detil mengenai Penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang standar sehingga dapat digunakan oleh semua P3SRS, yang selanjutnya apabila ada perubahan AD/ART tersebut wajib diketahui oleh Kepala Daerah setempat sebagai fungsi Pembinaan dan Pengawasan oleh Pemerintah.

BPKN mencatat:

Agar PLN membuat edaran bagi pengembang/pengelola rusun untuk tidak memutus listrik dan menaikan tarif listrik di apartemen/rumah susun sesuai permen ESDM No. 3d1/2015 Pasal 5 a dan c

PLN diminta untuk mengawasi penjualan listrik cusrah yang dilakukan oleh pengembang/pengelola rusun yang melanggar ketentuan penjualan listrik curah sesuai dengan peratuan perundang-undangan.

Insiden Kesehatan masih Marak: Jangan Tambal Sulam

Dengan penduduk hampir 260 juta, dan dengan bentangan geografis kepulauan yang besar, pelayanan kesehatan bagi pasien, terutama pasien kritis merupakan tantangan yang tidak ringan bagi Indonesia.

“Keterjaminan layanan darurat kritis medis di luar Jawa, Ketersediaan tenaga medis dan sarana di luar Jawa masih sangat senjang dibanding di Jawa. Di kawasan timur Indonesia, tenaga medis dan sediaan fasilitas kesehatan masih senjang sekali”

“Tantangan tersebut tidak boleh menghalangi unit-unit kesehatan yang sudah ada di tanah air, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta, untuk memberikan yang terbaik bagi keselamatan dan kesehatan pasien, terutama bagi pasien kondisi “gawat darurat” kritis, sesuai kondisi dan kemampuan dari unit tersebut,” tegas Ardiansyah.

Masih ada keraguan Unit kesehatan swasta pada BPJS

BPKN mencatat:

Keraguan RS, khususnya RS Swasta untuk menerima dan melayani pasien, termasuk pasien darurat kritis yang memiliki jaminan BPJS perlu segera dieliminir”

Mendorong Menteri Kesehatan dan BPJS untuk memperbaiki aspek-aspek Norma, Standard, Prosedur dan Kriteria (NSPK) pelayanan kesehatan, terutama bagi pasien darurat kritis, baik di rumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit swasta.

Mendorong maksimalisasi pemanfaatan Information and Communication Technologi (ICT) untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang mumpuni dan tepat waktu bagi masyarakat, khususnya bagi pasien darurat kritis. Penerapan ICT yang maksimal akan membantu mempersingkat waktu, mengakses unit pelayanan dengan peralatan medis dibutuhkan, atau pun mencari tempat pada unit rujukan. ICT juga menyederhanakan prosedur penyelesaian pembiayaan dari mulai pasien masuk rumah sakit, sampai dengan reimbursement biaya oleh pihak rumah sakit kepada BPJS.

BPKN mencatat,

Kepada Menteri Kesehatan agar Melakukan Audit pengelolaan seluruh Rumah Sakit dan layanan kesehatan secara keseluruhan baik Audit medik maupun non medik untuk memastikan layanan kesehatan yang berkeadilan bagi seluruh warga negara indonesia sesuai Nawacita Presiden Republik Indonesia.

Direktur BPJS agar Mengintensifkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, pengelola layanan kesehatan, dan pemangku kepentingan lainnya tentang program dan kebijakan BPJS Kesehatan. Mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan untuk memberi rasa keadilan bagi seluruh Warga Negara Indonesia

E-payment yang Aman dan melindungi

BPKN mendukung Gerakan Nasional Non-Tunai. Terhadap penetrapan transaksi non tunai, khususnya bagi konsumen jalan tol, BPKN mencatat hal-hal sebagai berikut:

1) Kebijakan e-money perlu mempunyai daya jangkau terapan jauh ke depan, dan tidak cepat obsolete.
2) Kebijakan e-money perlu mengarah kepada efisiensi dan kepraktisan sebagai alat transaksi
masyarakat, termasuk integrasinya dengan kartu-kartu lain yang berfungsi sejenis.
3) Terkait dengan pengaturan Top-Up e-money, diharapkan konsumen tetap memiliki alternatif akses
pada Top-Up tidak berbayar dan berbayar sebagai berikut :
a. Bebas biaya bila isi ulang dilakukan pada Bank, Lembaga Penerbit, dan/atau afiliasinya.
b. Pembebanan biaya dapat dikenakan seringan mungkin agar tidak membebani masyarakat
apabila dilakukan melalui merchant atau bukan melalui, Bank, Lembaga Penerbit, dan/atau
afiliasinya.
4) Pada setiap transaksi di wilayah NKRI, konsumen terjamin tetap memiliki akses pembayaran tunai,
sesuai Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang masih berlaku.
5) Semua bentuk pengaturan mengedepankan kepentingan dan keadilan bagi konsumen, termasuk
pengaturan aplikasi uang elektronik pada transaksi jasa jalan tol.

“Bank Indonesia untuk lebih pro aktif mengantisipasi perkembangan dinamika transaksi elektronik (ecommerce) yang terus meluas saat ini dan ke masa depan, bagi keadilan dan perlindungan konsumen. Pola transaksi masyarakat tengah berubah dengan cepat, regulasi perbankan harus mampu mengimbanginya. Regulasi yang bersifat tidak adil bagi konsumen, pragmatis, berorientasi jangka pendek atau hanya berpihak pada dunia usaha pasti cepat tertinggal (obsolete). Jika ini terjadi, maka bukan hanya jasa perbankan nasional ditinggalkan oleh konsumen, namun lebih dari itu kedaulatan jasa keuangan nasional terancam.”, pungkas Ardiansyah, Ketua BPKN.

Aspek Kelembagaan Akses Pemulihan

Pertama, terkait Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Melihat adanya kemungkin untuk melekatkan kelembagaan BPSK pada institusi judisial yang paling dekat dengan masyarakat yaitu Pengadilan Negeri di Kabupaten Kota.

Kedua, terkait Lembaga Perlidungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Pada tahun 2019 BPKN menargetkan LPKSM di 7 provinsi Jawa - Bali, telah memiliki kapasitas Kelembagaan untuk menangani setidak-tidaknya 5 sektor prioritas.

Arah Perubahan Amandemen Perlindungan Konsumen: Menentukan

Ardiansyah menjelaskan, “keberdayaan UU Perlindungan Konsumen sangat menentukan bukan hanya perlindungan terhadap masyarakat konsumen, namun mempunyai nilai strategis, bahkan vital, terhadap ketahanan ekonomi nasional”

Penyusunan RUU Perlindungan Konsumen diharapkan menghasilkan rancangan UU yang lebih baik dan efektif memberikan perlindungan konsumen dibandingkan UU yang ada saat ini.

RUU Perlindungan Konsumen mengarah pada 4 (empat) manfaat berikut:

Pertama, Visi yang kuat. RUU PK harus bervisi Perlindungan Konsumen yang kuat serta berorientasi manfaat bagi konsumen. Artinya landas falsafah dan landas teori memiliki arah dan tujuan yang jelas dan solid

Kedua, Bernafas Politik Hukum Perlindungan Konsumen. Sebagai produk politik, RUU PK harus memiliki keberpihakan yang kuat dan jangkauan luas bagi perlindungan konsumen. RUU PK harus mampu menjangkau dinamika lintas sektor, lintas yurisdiki dan lintas generasi.

Ketiga, Efektif Implementatif. RUU PK harus mampu mendorong lahirnya kebijakan/pengaturan implementatif, berdaya guna dan manfaat. Muatan pasal dan ayat dalam RUU PK sudah seharusnya mempunyai semangat dan langkah affirmative dan praktis bagi perlindungan konsumen (kasus sangsi, prosedur eksekusi).

Juga tidak terjebak pada aspek hukum dan teknis transaksi dagang jual/beli barang dan jasa atau bisnis semata,dan meninggalkan hakekat perlindungan konsumen itu sendiri. (kasus barang privat dan barang publik).

Keempat, RUU PK dilandasi prinsip iterative, dimana kerangka, pasal dan ayat mengandung kesempurnaan yang lebih baik dibandingkan UU yang ada saat ini. Termasuk disini kerangka, dan peran serta fungsi kelembagaan yang dibutuhkan sesuai dan terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat diakses saat ini (khusus pencantuman nama lembaga).

BPKN mencatat: RUUPK tidak menyebutkan kelembagaan PK (BPKN dan BPSK) sehingga berpotensi memperlemah kelembagaan PK yang telah ada; tidak sejalan dengan STRANAS PK pada pilar pertama yaitu penguatan lembaga PK baik di tingkat Pusat dan Daerah.

UUPK mengatur Perjanjian Baku yang mempersempit cakupan penggunaan klausula baku terbatas pada bentuk perjanjian/kontrak. Kami mengusulkan agar ketentuan pencantuman klausula baku yang diatur pada Pasal 18 UUPK No. 8 Tahun 1999 tetap dipertahankan.

CATATAN:

Pada kesempatan yang sama Arief Safari, Koordinator komisi komunikasi dan informasi menyampaikan,” Sesuai dengan salah satu tugas BPKN yaitu memperluas akses informasi, menyebarluaskan informasi terkait perlindungan konsumen, dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen, maka selama kurun tahun 2017 BPKN juga telah melaksanakan serangkaian kegiatan sosialisasi dan edukasi bekerjasama dengan beberapa stakeholder dan instansi terkait”.

“Melalui sosialisasi dan edukasi ini diharapkan pemahaman masyarakat baik konsumen maupun pelaku usaha tentang perlindungan konsumen akan semakin meningkat sekaligus menjadi jembatan bagi penyelesaian permasalahan perlindungan konsumen dan dapat menyuarakan kepentingan konsumen dalam setiap penyusunan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah”, Ungkap Arif selaku Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi disela acara konferensi pers yang dihadiri oleh ±30 orang wartawan dari berbagai media cetak, elektronik, dan online hari ini.

Rizal, Koordinator Komisi Pengaduan dan Penanganan Kasus BPKN menambahkan,” bahwa dari data pengaduan yang diterima oleh BPKN, baik melalui Call Center BPKN nomor (021) 153 email, surat atau datang langsung, selama kurun waktu Januari s/d November 2017, tercatat pengaduan dengan rincian berdasarkan komoditas didominasi oleh sektor Perbankan (34 %), Pembiayaan Konsumen (28 %), Perumahan (9%), Periklanan 4 %, E-Dagang 4 %, Telekomunikasi 3 %, Retail 2 %, Transportasi 3 %, Ekspedisi 2 %, Barang Elektronik 1 %, Haji/Umroh 1 %, Asuransi 1 %, Layanan Kesehatan 1 %, Undian Berhadiah 1 %, dan lain-lain 7 %.

Menindaklanjuti pengaduan tersebut serta dalam rangka pengembangan layanan konsumen, BPKN menyelenggarakan Forum Komunikasi Penanganan Pengaduan Konsumen di pusat dan daerah dengan mengangkat topik antara lain: (1) Klaim Label dan Iklan Pangan yang Menyesatkan Konsumen; (2 Perlindungan Konsumen Terhadap Praktek Investasi Ilegal; dan (3) Perlindungan Konsumen terhadap Jaminan Klaim Asuransi”.

Di Bidang Kerjasama, Nurul Yakin menambahkan,” mendorong berkembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) juga merupakan salah satu tugas BPKN. Untuk itu, BPKN berupaya mengajak organisasi-organisasi kemasyarakatan di daerah agar tergerak membentuk LPKSM baru di wilayah-wilayah yang belum ada LPKSM dan mendorong LPKSM yang telah terbentuk untuk lebih pro-aktif sebagai lembaga konsumen yang terdekat dengan masyarakat, kegiatan tersebut dilakukan melalui kegiatan Forum Motivasi Pembentukan LPKSM, Forum Konsultasi Dan Motivasi LPKSM dan kegiatan identifikasi & verifikasi LPKSM”.

Selain itu, BPKN juga terus memperbanyak kerjasama dengan lembaga/instansi terkait lainnya melalui Penandatanganan MoU yang bertujuan untuk meningkatkan Perlindungan Konsumen, baru saja BPKN dan Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan penandatanganan MOU, Penandatanganan MoU ini merupakan wujud konkrit dan langkah nyata dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen, serta bertepatan dengan Peluncuran Inovasi Bidang Pos dan Informatika, harapan kedepan dapat Memajukan pintu gerbang keamanan dan Memajukan pintu gerbang keamanan data konsumen (privacy).

Pada kesempatan ini, Ardiansyah turut menyampaikan, “ program dan kegiatan BPKN yang telah dijalankan pada periode 2017-2020 merupakan dokumen yang menggambarkan tentang transparansi dari akuntabilitas capaian kinerja BPKN-RI dalam melaksanakan tugas dan fungsinya guna mendukung visi yang telah ditentukan, Berbagai program dan kegiatan BPKN yang telah dijalankan selama periode tahun 2017-2020 ini bertujuan untuk memperkuat penyelenggaraan perlindungan konsumen. Beberapa rencana strategis ke depan yang akan menjadi perhatian BPKN dibuat berdasarkan analisis terhadap kekuatan dan potensi yang dimiliki serta tantangan dan permasalahan yang dihadapi, sehingga diharapkan dapat diimplementasikan secara komprehensif, optimis, dan berkesinambungan”.

Untuk itu, direncanakan beberapa kegiatan yang menjadi prioritas utama antara lain: (a)Amandemen Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 tuntas; (b) Independensi Kelembagaan BPKN Tuntas; (c) Kemandirian Keuangan BPKN Tuntas; (d) BPKN dilibatkan sejak dini merancan undan-undang; (e) Rakornas Perlindungan Konsumen Lintas Sektor dan Lintas Wilayah.

Besar harapan agar kedepan seluruh rekomendasi yang telah disampaikan BPKN kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian/ lembaga terkait, segera mendapatkan respon yang positif sebagai bentuk dukungan yang kuat dari pemerintah terhadap segala upaya perlindungan konsumen di Indonesia, tegas Ardiansyah sekaligus menutup acara siang ini.

Halaman   1 2 Show All

Release Terkini

No Release Found

Terpopuler


2024 © Kontan.co.id A subsidiary of KG Media. All Rights Reserved