September
25
2017
     15:56

BPKN: Insiden Pasien Darurat Kritis, Fenomena Puncak Gunung Es

BPKN: Insiden Pasien Darurat Kritis, Fenomena Puncak Gunung Es

4)   UU No. 36 tahun 2009 pasal 32 ayat 1  tentang kesehatan menyebutkan Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu; dan ayat 2 bahwa Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.

Turut hadir mendampingi Menkes (1) Dirjen Pelayanan Kesehatan dr. Bambang Wibowo, Sp.OG(K), MARS; (2) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat drg. Oscar Primadi, MPH; (3) Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan dr. Kalsum Komaryani, MPPM; (4) Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan dr. Tri Hesty Widyastoeti Marwotosoeko, Sp.M; (5) Staf Khusus Menteri Bidang Peningkatan Pelayanan Prof. Akmal Taher;.

Dari BPJS hadir Asisten Deputi Direksi Bidang Pengelola Pelayanan Peserta BPJS, Jenal M. Sambas dan  Asisten Deputi Direksi Bidang Pengelolaan Fasilitas Kesehatan Rujukan BPJS, dr. Beno Herman.

Puncak Gunung Es Krisis Pelayanan Kesehatan

BPKN menyayangkan terjadinya insiden pelayanan pasien darurat kritis yang diduga akibat tidak mendapatkan pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Sesuai UU No. 36 tahun 2009, “Seharusnya rumah sakit menangani terlebih dahulu pasien terutama pasien dengan kondisi kritis, memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif …”, jelas Ardiansyah Ketua BPKN.

Kasus bayi Deborah, perlu diseksamai sebagai fenomena puncak gunung es pelayanan rumah sakit di Indonesia. Insiden sejenis terkait pelayanan rumah sakit atas pasien darurat kritis masih banyak terjadi di Indonesia” jelas Ardiansyah.  Banyak kasus luput dari mata publik dan media. “kita catat ada beberapa insiden seperti, kasus pasien Rizki Akbar, bayi Reny Wahyuni,  bayi pasangan Heni Sudiar dan Manaf, dan pasien Rohaini” kata Ardiansyah.

Perlu Langkah Bersama dan Komitmen Semua

BPKN memahami bahwa pelayanan bagi pasien, terutama pasien kritis masih merupakan tantangan yang tidak ringan bagi Indonesia. Indonesia berpenduduk hampir 260 juta, ke empat terbesar di dunia, dengan bentangan geografis kepulauan yang besar.

Ketua BPKN lebih lanjut menjelaskan “Kita harus mencermati keterjaminan layanan darurat kritis medis di luar Jawa. Ketersediaan tenaga medis dan sarana di luar Jawa masih sangat senjang dibanding di Jawa. Di kawasan timur Indonesia, tenaga medis dan sediaan fasilitas kesehatan masih senjang sekali”

BPKN menseksamai diperlukannya perbaikan berspektrum luas, bukan tambal sulam. Banyak hal yang perlu diperbaiki, seperti, akses terhadap unit-unit pelayanan kesehatan di wilayah,  ketersediaan dokter dan tenaga medis, akses obat dan ketersediaannya, operasional dan logistik tenaga medis di wilayah geografis sulit, dll.

Namun BPKN berpandangan bahwa keadilan bagi masyarakat sangat penting, “tantangan tersebut tidak boleh menghalangi unit-unit kesehatan yang sudah ada di tanah air, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta, untuk memberikan yang terbaik bagi keselamatan dan kesehatan pasien, terutama bagi pasien kondisi “gawat darurat” kritis, sesuai kondisi dan kemampuan dari unit tersebut,” tegas Ardiansyah.

 

Masih ada keraguan Unit kesehatan swasta pada BPJS

Dalam pertemuan BPKN membahas isue mendasar “mengapa rumah sakit, khususnya rumah sakit swasta, masih ragu menerima dan melayani pasien, termasuk pasien darurat kritis yang telah memiliki jaminan kesehatan BPJS?”

Unit-unit kesehatan swasta sampai saat ini masih menjadi komponen penting akses pelayanan kesehatan di Indonesia. “Faktor-faktor pembentuk keraguan pemberi layanan perlu segera diatasi, agar unit-unit pelayanan kesehatan percaya diri melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat dan kritis”, tegas Ardiansyah.

BPKN mendorong Menteri Kesehatan dan BPJS untuk mencermati dan memperbaiki aspek-aspek Norma, Standard, Prosedur dan Kriteria (NSPK) pelayanan kesehatan, terutama bagi pasien darurat kritis, baik di rumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit swasta. Dengan demikian insiden serupa seperti yang terjadi terakhir ini dapat dihindari atau diminimalisir.

Manajemen cerdas

Secara khusus BPKN mendorong agar dimaksimalkan pemanfaatan Information and Communication Technologi (ICT) yang sudah meluas akses dan penetrasinya, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang mumpuni dan tepat waktu bagi masyarakat, khususnya bagi pasien darurat kritis.

Penerapan ICT yang maksimal akan membantu mempersingkat waktu, mengakses unit pelayanan dengan peralatan medis dibutuhkan, atau pun mencari tempat pada unit rujukan. ICT juga menyederhanakan prosedur penyelesaian pembiayaan dari mulai pasien masuk rumah sakit, sampai dengan reimbursement biaya oleh pihak rumah sakit kepada BPJS.

Langkah lanjut: Mendengar Manajemen Rumah Sakit

 “Hari ini kita belum sampai pada kesimpulan akhir, ada beberapa pihak lagi yang perlu kita temui dan ajak bicara”. BPKN akan segera bertemu dan mendengar pendapat para pengelola rumah sakit, agar rekomendasi dapat menyeluruh dan konstruktif.  

Fokus BPKN saat ini adalah mengembalikan rasa percaya diri masyarakat konsumen dan pemberi jasa layanan kesehatan atas hak dan kewajibannya.  “Selanjutnya BPKN akan berfokus mewujudkan  integritas pelayanan jasa kesehatan yang mampu melindungi keselamatan dan kesehatan masyarakat secara efektif dan berkelanjutan”, pungkas Ardiansyah.

Halaman   1 2 Show All

Release Terkini

No Release Found

Terpopuler


2024 © Kontan.co.id A subsidiary of KG Media. All Rights Reserved