May
30
2023
     17:59

Pemahaman Digitalisasi sebagai Penunjang Kerja Tenaga Kesehatan

Pemahaman Digitalisasi sebagai Penunjang Kerja Tenaga Kesehatan
ILUSTRASI. Kemenkominfo berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) dalam menyelenggarakan kegiatan Literasi Digital Sektor Pemerintahan kepada ASN dan SDM Tenaga Kesehatan Anggota Organisasi Profesi.

Sumber: Pressrelease.id | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) dalam menyelenggarakan kegiatan Literasi Digital Sektor Pemerintahan kepada ASN dan SDM Tenaga Kesehatan Anggota Organisasi Profesi Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI), Persatuan Terapis Gigi dan Mulut Indonesia (PTGMI), dan Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (PATELKI) Kemenkes RI pada tanggal 22-25 Mei 2023 yang terdiri dari delapan batch dan dapat diikuti secara daring melalui live streaming Youtube dan Zoom.

Batch pertama pada kegiatan ini dihadiri lebih dari 2.086 peserta secara daring dengan total target capaian delapan batch sebanyak 24.000 peserta. Kegiatan yang terdiri dari dua batch per harinya ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi Tenaga Kesehatan (Nakes) di bidang teknologi digital.

Survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dilakukan oleh Kemenkominfo dan Katadata Insight Center (KIC) pada tahun 2022 lalu yang menunjukkan bahwa kapasitas Literasi Digital masyarakat Indonesia dinilai sebesar 3.54 dari 5.00. Berdasarkan hal tersebut, tingkat literasi digital di Indonesia masih berada dalam kategori “sedang”.

Kegiatan literasi digital yang diselenggarakan untuk ASN dan SDM Tenaga Kesehatan Kemenkes merupakan salah satu upaya Kemenkominfo dalam mempercepat transformasi digital di lingkungan pemerintahan daerah menuju Indonesia #MakinCakapDigital.

Ketua Tim Literasi Digital Sektor Pemerintahan, Niki Maradona menyampaikan bahwa dunia digital harusnya berdampak positif, bila ada yang tidak demikian maka ada yang perlu dibenahi. "Teknologi digital dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan publik terbaik bagi masyarakat. Namun, Nakes harus memiliki literasi digital yang baik untuk menghadapi tantangan dan risiko yang muncul. Hal ini penting untuk mewujudkan stabilitas nasional," ujar Niki.

Niki juga menyampaikan bahwa literasi digital sektor pemerintahan sebagai sarana untuk meningkatkan kompetensi yang menunjang tugasnya pada instansi masing-masing. "Melalui penyampaian materi literasi digital hari ini, diharapkan ASN dan SDM Tenaga Kesehatan Organisasi Profesi IPAI, PTGMI, dan PATELKI Kemenkes RI dapat meningkatkan kompetensi untuk meningkatkan pelayanan publik," tambah Niki.

Sambutan dilanjutkan oleh Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan, Arianti Anaya menyampaikan bahwa upaya yang perlu dilakukan saat ini adalah transformasi kesehatan yakni salah satunya transformasi digital teknologi kesehatan yang diharapkan bisa dicapai pada tahun 2024.

"Transformasi ini diharapkan menghasilkan SDM-SDM yang memiliki kemampuan digital. Kita berharap Literasi Digital dapat mengakses, memahami, dan mengkomunikasikan berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat. Literasi digital merupakan hal baru yang perlu dipahami untuk mendukung semua kegiatan kesehatan," ungkapnya.

Arianti juga menambahkan bahwa momentum ini menjadi kesempatan untuk meningkatkan kompetensi SDM Kemenkes RI. Arianti mengharapkan IPAI PTGMI PATELKI melakukan persiapan setelah mendapatkan pembekalan agar bisa disesuaikan dengan sistem kita.

"Tentunya kita akan bekerjasama dengan Kemenkominfo, sehingga tenaga kesehatan kita bisa terus mengasah kompetensi digitalnya. Kita berharap akan ada kemitraan organisasi profesi dan pemerintah," ujar Arianti sekaligus membuka acara Literasi Digital Sektor Pemerintahan.

Sesi Materi Batch I

Sesi pertama materi mengenai Kecakapan Digital dibawakan oleh Staf Pengajar Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Sofian Lusa, yang menyebutkan bahwa memahami kecakapan digital adalah kemampuan individu untuk menyeleksi, memahami, menganalisis, dan memvalidasi mengenai informasi-informasi yang tersebar di dunia maya. "Dengan kecakapan digital kita juga dapat mengenali permasalahan yang terjadi di ruang digital," ujarnya.

Sofian juga menambahkan bahwa tenaga kesehatan perlu mengetahui teknologi merupakan perubahan yang tidak bisa hindari. Kecakapan digital perlu dipraktekan agar semakin terbiasa untuk menggunakannya. "Kecakapan digital bisa dilakukan ASN dengan cara melindungi diri sendiri dengan menjaga data pribadi dan rekam jejak di dunia digital. Kemudian Kecakapan digital terhadap sesama Nakes yakni dengan berkolaborasi melalui aplikasi tertentu dan memanfaatkan media sosial untuk menunjang komunikasi lingkup pekerjaan. Selanjutnya adapun kecakapan digital kepada masyarakat yakni dengan membuka akses-akses dua arah komunikasi untuk mengetahui feedback dari masyarakat," ungkap Sofian.

Sesi selanjutnya dilanjutkan oleh Widyaiswara Muda Kemenkes RI, Yan Bani Luza mengenai keamanan digital, yang menjelaskan bahwa ASN dan SDM memiliki tanggung jawab untuk mendukung keamanan digital, salah satunya seperti tidak mudah percaya pada modus-modus penipuan. Modus-modus penipuan biasanya seperti pemberian hadiah, pengiriman link yang tidak dikenal, dan pengaksesan situs di internet yang disisipi virus.

Materi selanjutnya mengenai Etika Digital dilanjutkan oleh Penggerak Swadaya Masyarakat Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, Tio Bella Sitorus. Dalam materinya, Bella menyebutkan bahwa ASN harus menumbuhkan intuisi kewaspadaan terhadap dampak internet, menjamin netralitas sebagai ASN, dan akuntabel dalam bekerja. Bella menyebut bahwa netralitas ASN sama saja dengan keadaban yang bisa diterapkan oleh ASN. "UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN juga menyebutkan bahwa ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi partai politik. Saat ini juga ada upaya 'ASN berAKHLAK’ dimana adanya penanaman nilai-nilai etika dalam menunjang kegiatan kerja ASN," sebutnya.

Bella juga menyampaikan bahwa tenaga kesehatan juga memiliki etika digital dalam bekerja seperti menjaga identitas ataupun privasi lainnya dari pasien. Himbauan ini juga berlaku untuk tidak menyebarkannya di ruang digital. "Banyak hal yang bisa dilakukan ASN untuk menjaga etika digital, diantaranya adalah melakukan verifikasi untuk mencegah terjadinya polarisasi terutama di media sosial, menghormati pendapat satu sama lain di ruang digital, dan menghimbau sesama ASN untuk memperhatikan etika di ruang digital," tambahnya.

Materi terakhir di batch I mengenai Budaya Digital dibawakan oleh Widyaiswara madya Kemenkes RI, Dorce Tandung yang menyebutkan bahwa belakangan ini ASN sangat disorot oleh publik karena kasus yang berkaitan dengan gaya hidup. Menurut Dorce, ASN perlu memahami bahwa flexing yang dilakukan di media sosial bisa dilihat oleh siapa saja dan hal ini bisa berdampak pada reaksi publik. Dengan adanya Budaya digital, ASN dan SDM akan memiliki penentu batas agar sesuai dengan kode etik yang ada di masyarakat atau instansi kerja, agar terhindar dari perilaku yang merugikan.

Sesi Materi Batch II

Sesi materi pertama mengenai Kecakapan Digital dibawakan oleh Staf Pengajar Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Pudy Prima. Menurutnya, kecakapan digital terdiri dari lima kemampuan yang menjadi tolak ukur apakah seseorang sudah cakap digital, yakni kemampuan menyeleksi, kemampuan memahami, kemampuan menganalisis, kemampuan memverifikasi, dan kemampuan berpartisipasi. Pudy menambahkan jika Nakes sudah menguasai lima kemampuan tersebut, maka Nakes akan mampu mengenali dan menyikapi risiko-risiko di ruang digital.

Sesi materi berikutnya mengenai Keamanan Digital dilanjutkan oleh Widyaiswara Muda Kemenkes RI, Yan Bani Luza. Dalam penuturannya, Yan menyebut bahwa banyak hal terkait digitalisasi yang memiliki dampak positif seperti meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mempermudah penyimpanan dan penyebaran data, dan lain sebagainya. Namun, kemudahan-kemudahan ini juga diikuti oleh risiko-risiko.

Materi berikutnya mengenai Etika Digital dilanjutkan oleh Widyaiswara Madya Kemenkes RI, Arihni Suprati. Dalam materinya, Arihni menyebutkan bahwa salah satu fenomena yang belakangan ini terjadi adalah "viral tanpa moral". Menurut Arihni, hal ini bisa terjadi karena Nakes atau ASN tidak mengedepankan citranya sebagai pelayan publik. "Pentingnya ASN atau Nakes mengikuti peraturan yang berlaku. Salah satu realisasi yang bisa dilakukan oleh para Nakes adalah menjaga data pasien sebagai bentuk etika kerja," sebut Arihni.

Arihni juga menjelaskan bahwa implementasi etika komunikasi yang dapat diwujudkan oleh Nakes adalah dengan cara menghormati pendapat semua orang, menghormati hak akan informasi orang lain, menjamin akses informasi setiap masyarakat, dan menjaga harmonisasi bangsa.

Materi terakhir pada Batch II mengenai Budaya Digital dibawakan oleh Widyaiswara madya Kemenkes RI, Dorce Tandung. Dorce memulai penyampaian materi dengan mengambil studi kasus berupa sorotan berita mengenai ‘gaya hidup tidak wajar ASN’. Menurutnya, berita tersebut merupakan contoh bahwa ASN atau bisa juga Nakes belum memahami apa pentingnya membangun budaya digital. “Budaya yang dapat membantu Nakes memberikan pedoman dalam menggunakan ruang digital sesuai citra baik sebagai ASN, menjadi pedoman untuk berkomunikasi dengan baik, dan menjadi penguat integritas level individu,” tambahnya.

Literasi digital sektor pemerintahan kepada ASN dan SDM Kementerian Kesehatan RI ini merupakan salah satu upaya literasi digital untuk sektor pemerintahan dalam rangkaian kegiatan program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo). Program Indonesia Makin Cakap Digital bertujuan untuk memberikan literasi tentang teknologi digital kepada 50 juta masyarakat Indonesia hingga tahun 2024.

Baca Juga: Pekan Literasi Digital Kab.Ende: Literasi Digital untuk Dukung Transformasi Digital

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Release Terkini


2025 © Kontan.co.id A subsidiary of KG Media. All Rights Reserved