January
27
2020
     13:03

Pesimisme CEO Terhadap Pertumbuhan Global Mencapai RekorTertinggi

Pesimisme CEO Terhadap Pertumbuhan Global Mencapai RekorTertinggi
Publisher

DAVOS, Swiss, 27 Januari2020 – Seiring kita memasuki dekade baru, para CEO menunjukkan rekor pesimisme terhadap perekonomian global, di mana 53% memprediksi bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi akan menurun pada tahun 2020. Angka ini naik dari 29% pada tahun 2019 dan hany a 5% pada tahun 2018 - tingkat pesimisme tertinggi sejak kami mulai mengajukan pertanyaan ini pada 2012. Sebaliknya, jumlah CEO y ang memproyeksikan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi turun dari 42% pada 2019 menjadi hanya 22% pada 2020. Ini adalah beberapa temuan utamadari survei ke-23 PwC terhadap hampir 1.600 CEO dari 83 negara di seluruh dunia, y ang diluncurkan dalam Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum Annual Meeting) di Davos, Swiss.

Pesimisme CEO terhadap pertumbuhan ekonomi global terutama sangat signifikan di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Timur Tengah, di mana 63%, 59%, dan 57% CEO dari wilayah tersebut memprediksi pertumbuhan global yang lebih rendah di tahun mendatang.

“Melihat ketidakpastian y ang masih membayangi akibat ketegangan perdagangan, masalah geopolitik dan belum tercapainya kesepakatan tentang bagaimana perubahan iklim akan dihadapi, penurunan keyakinan terhadap pertumbuhan ekonomi tidak mengejutkan - bahkan meskipun skala perubahan pada sentimentersebut dapat dikatakan mengejutkan," kata Bob Moritz, Chairmandari jaringan firma PwC. “Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh perekonomian global ini bukanlah hal baru - namun skalanyadan kecepatan eskalasi dari beberapa tantangan tersebut adalah hal baru. Y ang akan menjadi isu utama bagi para pemimpin yang berkumpul di Davos adalah: bagaimana kita akan bersama-sama mengatasi tantangan-tantangan itu.”

“Pada sisi yang lebih positif, meskipun ada rekor pesimisme di antara para pemimpin bisnis, masih ada peluang nyata di luar sana. Dengan strategi yang cerdas, fokus yang tajam pada ekspektasi para pemangku kepentingan yang terus berubah, dan pengalaman yang telah banyak dibangun selama 2 sepuluh tahun terakhir dalam lingkungan yang menantang, para pemimpin bisnis dapat menghadapi penurunan ekonomi dan terus berkembang.”

Keyakinan CEO pada pertumbuhan pendapatan sendiri menurun

CEO juga tidak begitu positif soal prospek perusahaan mereka sendiri dalam tahun mendatang, di mana hanya 27% CEO mengatakan mereka “sangat percaya diri” pada pertumbuhan organisasi mereka sendiri selama 12 bulan ke depan -tingkat terendah yang kami amati sejak 2009 dan turun dari 35% tahun lalu.

Sementara tingkat keyakinan secara umum turun di seluruh dunia, ada variasi yang luas dari satu negara ke negara yang lain, di mana Tiongkok dan India menunjukkan tingkat keyakinan tertinggi di antara negara-negara besar, yaitu masing-masing sebesar 45% dan 40%, AS sebesar 36%, Kanada sebesar 27 %, Inggris sebesar 26%, Jerman sebesar 20%, Prancis sebesar 18%, dan Jepang memiliki CEO dengan optimisme terendah, di mana hanya 11% CEO y ang sangat percaya diri terhadap peningkatan pendapatan pada tahun 2020.

Ketika ditanya tentang prospek pertumbuhan pendapatan mereka sendiri, perubahan sentimen CEO telah terbukti menjadi prediktor y ang sangat baik untuk pertumbuhan ekonomi global. Menurut analisis atas proyeksi CEO y ang telah kami lakukan sejak 2008, terdapat korelasi yang sangat erat antara kepercayaan CEO dalam pertumbuhan pendapatan mereka selama 12 bulan dan pertumbuhan aktual yang dicapai oleh perekonomianglobal (lihat Lampiran 1 dalam catatanuntuk editor). Jika analisis tersebut terus berlaku, pertumbuhan global dapat melambat menjadi 2,4% pada tahun 2020, atau berada di bawah banyak perkiraan termasuk prediksi pertumbuhan 3,4% pada bulan Oktober oleh IMF.

Tiongkok memandang ke luar AS demi pertumbuhannya

Secara keseluruhan, AS hanya mempertahankan posisi puncaknya sebagai pasar pertumbuhan utama yang dilirik oleh para CEO dalam 12 bulan ke depan yaitu sebesar 30%, satu persen di atas Tiongkok sebesar 29%. Namun, konflik perdagangan y ang sedang berlangsung dan ketegangan politik telah sangat merusak daya tarik AS bagi para CEO asal Tiongkok. Pada tahun 2018, 59% CEO Tiongkok memilih AS sebagai salah satu dari tiga pasar pertumbuhan utama mereka, pada tahun 2020, angka ini turun drastis menjadi hanya 11%. Kerugian AS telah menjadi keuntungan bagi Australia, di mana45% CEO Tiongkok kini memandang Australia sebagai salah satu dari tiga pasar utama pertumbuhan utama dibandingkan dengan hanya 9% dua tahun lalu.

Negara-negara lain y ang termasuk dalam peringkat lima besar dalam hal pertumbuhan ekonomi tidak berubah dari tahun lalu: Jerman (13%), India (9%) dan Inggris (9%). Ini adalah hasil yang kuat bagi Inggris, mengingat ketidakpastian y ang ditimbulkan oleh Brexit. Australia berada tepat di bawah peringkat lima besar, didorongoleh peningkatan daya tariknya bagi para CEO Tiongkok.

Ada peningkatan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi yang tidak menentu

Pada tahun 2019 ketika ditanya tentang ancaman teratas terhadap prospek pertumbuhan organisasi mereka, ketidakpastian pertumbuhan ekonomi berada di luar sepuluh kekhawatiran teratas bagi para CEO, y aitudi nomor 12. Tahun ini, risiko itu telah melonjak ke posisi ketiga, tepat di belakang konflik perdagangan - risiko lain y ang telah naik dalam daftar agenda para CEO - dan regulasi berlebihan sebagai risiko abadi, yang sekali lagi telah memuncaki daftar sebagai ancaman nomor satu bagi para CEO.

Para CEO juga semakin khawatir tentang ancaman siber dan perubahan iklim serta kerusakan lingkungan, namun meskipun ada peningkatan jumlah peristiwa cuaca ekstrem dan sengitnya perdebatan tentang masalah ini, besarnya ancaman lainnya terus membayangi perubahan iklim yang masih belum menembus sepuluh ancaman pertumbuhan terbesar bagi para CEO.

Mengawasi ruang maya (cyberspace)

Meskipun para CEO di seluruh dunia mengungkapkan keprihatinan y ang jelas tentang ancaman regulasi berlebihan, mereka juga memprediksi adanya perubahan regulasi y ang signifikan di sektor 3 teknologi. Secara global, lebih dari dua pertiga CEO percaya bahwa pemerintah akan memberlakukan undang-undang baru untuk mengatur konten di internet dan media sosial dan untuk mengurai perusahaan-perusahaan teknologi y ang dominan. May oritas CEO (51%) juga memperkirakan bahwa pemerintah akan semakin memaksa sektor swasta untuk memberikan kompensasi finansial kepada peroranganuntuk data pribadi yang mereka kumpulkan.

Namun, pendapat para CEO terbagi tentang apakah pemerintah telah mencapai keseimbangan yang tepat dalam merancang regulasi privasi antara meningkatkan kepercayaan konsumen dan mempertahankan daya saing bisnis, di mana 41% CEO mengatakan pemerintah telah mencapai keseimbangan yang tepat dan 43% mengatakan tidak.

“Sudah terlihat jelas bahwa banyak masyarakat tidak lagi mentolerir pengaturan diri (selfregulation). CEO akan semakin perlu untuk berkolaborasi dengan beragam pemerintahan untuk membentuk solusi yang tepat untuk menerapkan teknologi dan meningkatkan data dengan cara yang aman - y ang dapat melindungi konsumen dan menghargai nilai-nilai milik konsumen bersamaan dengan pengembangan inovasi,” tambah Irhoan Tanudiredja, Territory Senior Partner PwC Indonesia.

Tantangan peningkatan keterampilan

Walaupunkekurangan keterampilan utama masih menjadi ancaman pertumbuhan utama bagi CEO dan mereka setuju bahwa pelatihan ulang/peningkatan keterampilan adalah cara terbaik untuk mengatasi kesenjangan keterampilan, mereka tidak membuat banyak kemajuan dalam menangani masalah itu, di mana hanya 18% CEO mengatakan bahwa mereka telah membuat “kemajuan signifikan”dalam membangun program peningkatan keterampilan. Sentimen ini diamini oleh para pekerja. Dalam survei terpisah oleh PwC, 77% dari 22.000 pekerja di seluruh dunia mengatakan bahwa mereka ingin mempelajari keterampilan baru atau mengikuti pelatihan ulang tetapi hanya 33% di antaranya merasa telah diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan digital di luar tugas rutin mereka.

“Peningkatan keterampilan akan menjadi salah satu masalah utama y ang dibahas minggu ini di Davos dan para pemimpin bisnis, pendidik, pemerintah dan masyarakat sipil harus bekerja bersama untuk memastikan bahwa orang-orang di seluruh dunia tetap terlibat secara produktif dalam pekerjaan y ang bermakna dan bermanfaat. Pemimpin memiliki peran kunci untuk dimainkan; meskipun orang mungkin memiliki ketakutan tentang masa depan, mereka ingin belajar dan berkembang dan mereka memandang kepada para pemimpin untuk menunjukkan arah maju yang dapat dipercaya,” tambah Bob Moritz.

Perubahan iklim – tantangan atau kesempatan?

Meskipun perubahan iklim tidak muncul dalam sepuluh ancaman teratas terhadap prospek pertumbuhan menurut para CEO, mereka mengungkapkan apresiasi yang semakin besar terhadap sisi positif pengambilan tindakan untuk mengurangi jejak karbon mereka. Dibandingkan dengan satu dekade yang lalu, ketika kami terakhir mengajukan pertanyaan ini, para CEO kini dua kali lebih mungkin untuk menjawab “sangat setuju” bahwa berinvestasi dalam inisiatif perubahan iklim akan meningkatkan keunggulan reputasi (30% pada 2020 dibandingkan dengan 16% pada 2010) dan 25% dari para CEO hari ini dibandingkan dengan 13% pada tahun 2010 melihat bahwa inisiatif perubahan iklim mengarah pada peluang produk dan layanan baru untuk organisasi mereka.

Walaupun pandangan tentang produk dan layanan yang didorong oleh perubahan iklim masih relatif stabil di AS dan Inggris, ada perubahan drastis y ang telah terjadi pada pandangan di Tiongkok selama sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 2010, hanya 2% CEO Tiongkok y ang melihat bahwa perubahan iklim mengarah pada peluang, sedangkan pada tahun 2020, angkaini naik menjadi 47%, y ang sejauh ini merupakan peningkatan terbesar dalam jumlah CEO di negara mana pun yang termasuk dalam survei. Namun, agar peluang ini berubah menjadi kisah sukses jangka panjang, prinsip-prinsip perubahan iklim perlu ditanamkan di seluruh rantai pasokan bisnis dan pengalaman pelanggan.

PwC melakukan 1.581 wawancara dengan para CEO di 83 negara antara bulan September dan Oktober 2019. Sampel kami dihitung berdasarkan PDB nasional untuk memastikan bahwa pandangan CEO terwakili secara adil di semua wilayah utama. Sebanyak 7% wawancara dilakukan melalui telepon, 88% secara online, dan 5% melalui pos atau tatap muka. Semua wawancara kuantitatif dilakukan secara rahasia. Sebanyak 46% perusahaan memiliki pendapatan $1 miliar atau lebih; 35% perusahaan memiliki pendapatan antara $100 juta dan $1 miliar; 15% perusahaan memiliki pendapatan hingga $100 juta; 55% perusahaan dimiliki secara pribadi.

Tentang PwC Indonesia

PwC Indonesia terdiri dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory, PT Prima Wahana Caraka, PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia, dan Melli Darsa & Co., Advocates & Legal Consultants, masing-masing sebagai entitas hukum dan firma anggota yang terpisah dari jaringan global PwC.

Tentang PwC

Di PwC, kami bertujuan membangun kepercayaan dalam masyarakat dan memecahkan masalahmasalah penting. Kami adalah jaringan firma yang terdapat di 157 negara dengan lebih dari 276.000 orang yang berkomitmen untuk memberikan jasa assurance, advisory dan pajak yang berkualitas. Temukan lebih banyak informasi dan sampaikan hal-hal y ang berarti bagi Anda dengan mengunjungi situs kami di www.pwc.com.

PwC merujuk pada jaringan PwC dan/atau satu atau lebih firma anggotanya, masing-masing sebagai entitas hukum yang terpisah. Kunjungi www.pwc.com/structure untuk informasi lebih lanjut. © 2020 PwC. Hak cipta dilindungi undang-undang.

 

Halaman   1 2 Show All

Release Terkini

No Release Found

Terpopuler


2024 © Kontan.co.id A subsidiary of KG Media. All Rights Reserved