Literasi Digital untuk Jauhi Cyberbullying
Sumber: Pressrelease.id | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyelenggarakan webinar mengenai penguatan keterampilan digital masyarakat Indonesia bernama #MakinCakapDigital 2024 untuk segmen komunitas di wilayah Jawa Tengah dengan tema "Perundungan di Dunia Maya" pada Rabu (13/3/2024).
Kali ini hadir pembicara-pembicara program kegiatan Literasi Digital #MakinCakapDigital di tahun 2024 yang ahli di bidangnya untuk berbagai bidang antara lain Dosen Senior Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM Bevaola Kusumasari, Fasilitator Komunitas & Penggiat Advokasi Sosial Ari Ujianto, dan Certified Trainer (DEA) Digital Entrepreneurship Academy Kominfo Anggraini Hermana.
Survei terbaru dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) 2023 menyebutkan, pengguna internet di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, kini bahkan mencapai 215 juta.
Adapun menurut data BPS pada 2018 dari tiga sub indeks, Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia, sub indeks keahlian yang memiliki skor paling rendah menurut data yang dirilis 2019.
"Masyarakat semakin nyaman dan percaya dalam melakukan aktivitas keuangan digital yang selama ini dianggap berisiko tinggi," kata Ari saat menjadi narasumber di webinar Literasi Digital, Rabu (13/3/2024).
Namun disisi lain, Ari menyampaikan tingginya aktivitas digital juga membuka potensi buruk, seperti penipuan, pencurian akun, dan perundungan.
Perundungan di dunia maya atau cyberbullying, menurut UNICEF adalah perilaku agresif dan bertujuan yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.
Bevaola menjelaskan, perundungan di dunia maya dapat terjadi di media sosial, platform chatting, dan platform game.
Contoh perundungan di dunia maya ini bermacam-macam, misalkan menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau mengunggah foto melakukan seseorang di media sosial.
Mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting, menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, atau memposting sesuatu yang memalukan dan menyakitkan.
Tindakan lain seperti meniru mengatasnamakan seseorang untuk mengirim pesan jahat, mengucilkan, menghasut orang lain, atau memberikan suara yang melecehkan, terlibat dalam percakapan seksual juga termasuk dalam perundungan di dunia maya.
"Bagaimana cara membedakan bullying dengan candaan? Kalau kita merasa terluka atau berpikir sepertinya mereka menertawakan kita atau bukan tertawa bersama kita," kata Bevaola.
Candaan yang sudah terlampau jauh dan terus berlanjut, meskipun kita meminta orang itu berhenti dan kita masih merasa kesal tentang hal itu maka hal tersebut masuk dalam kategori bullying.
Tanda-tanda seseorang menjadi korban perundungan di dunia maya dapat diamati jika terjadi perubahan perilaku atau emosi, menghindari perangkat digital atau media sosial, perubahan dalam kinerja akademik, masalah fisik, dan menghindari situasi sosial.
Kenali pelaku cyberbullying dan laporkan
Ari menyampaikan ada berbagai faktor seseorang melakukan tindak perundungan, di antaranya ingin balas dendam, mengalihkan perasaan, kebosanan, kecemburuan, anonimitas, dan tidak adanya sanksi.
Bevaola menjelaskan ada empat ciri perundung di dunia maya yaitu menggunakan perangkat secara rahasia dan sering, memiliki banyak akun media sosial, tidak berempati terhadap korban bullying, dan memiliki masalah perilaku atau di sekolah.
Jika melihat atau mengalami tindak perundungan di dunia maya, jangan berdiam diri.
Ari menyarankan ada empat tindakan yang dapat dilakukan setelah mendapatkan bukti perundungan, mulai dari melaporkan ke penyedia platform, melaporkan ke pihak sekolah atau tempat kerja, melaporkan ke Kominfo, dan melaporkan ke kepolisian.
Hukum perundungan di dunia maya ini sudah diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2024, tentang Perubahan Kedua UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE dengan hukum pidana penjara dua sampai enam tahun dan /atau denda paling banyak Rp 400 juta - Rp 1 miliar.
"Sebagai bangsa yang berbudaya, tentunya wajib bagi kita untuk membawa nama harum bangsa melalui sikap kita dalam berselancar di dunia digital," kata Anggraini.
Ia mengajak pengguna internet untuk mengamalkan empat pilar literasi digital dengan baik (skill, safety, ethic, dan culture) agar memiliki adab bermedia sosial yang baik.
Bevaola menjelaskan perundungan di dunia maya dapat dicegah dari edukasi tentang pentingnya kesadaran diri, etika digital, penggunaan konten secara bertanggung jawab yang semuanya bisa dilakukan oleh platform internet, sekolah, dan orangtua.
Bagi korban perundungan di media sosial, dapat menghubungi layanan konseling, program pemberdayaan diri, dan komunitas untuk didengarkan, dipahami, meringankan trauma, memulihkan rasa percaya diri, dan mengembangkan keterampilan dalam menghadapi masalah.
Sebagai informasi, Webinar Makin Cakap Digital merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo). Adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dapat diakses melalui Website literasidigital.id atau akun Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Literasi Digital Kominfo dan Youtube Literasi Digital Kominfo.
Baca Juga: Tingkatkan Literasi Keamanan Digital untuk Cegah Penipuan Online
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News