Perkuat Struktur Industri TPT, Investasi Sektor Bahan Baku Terus Dipacu
Kementerian Perindustrian giat memacu pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Tanah Air. Sebab, berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), industri TPT merupakan salah satu sektor manufaktur yang dikategorikan strategis dan prioritas dalam perannya menopang perekonomian.
“Bahkan, berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri tekstil dan pakaian termasuk dari lima sektor yang disiapkan menjadi andalan dalam penerapan industri 4.0 di Indonesia,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat bertemu dengan para pelaku industri TPT di Jakarta, Jumat (29/3) malam.
Menperin mengemukakan, kemampuan industri TPT dalam dua tahun terakhir semakin kompetitif, baik di pasar domestik maupun global. Ini terlihat pada laju pertumbuhan industri TPT sepanjang tahun 2018 yang tercatat di angka 8,73 persen atau mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,17 persen.
“Pada tahun 2018, industri TPT menjadi penghasil devisa yang cukup signifikan dengan nilai ekspor mencapai USD13,22 miliar atau naik 5,55 persen dibanding tahun lalu. Selain itu, industri TPT telah menyerap tenaga kerja sebanyak 3,6 juta orang. Ini yang menjadikan industri TPT sebagai sektor padat karya dan berorientasi ekspor,” paparnya.
Menperin optimistis, ekspor produk TPT nasional akan semakin terdongkrak seiring ditandatangani perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif antara Indonesia dengan Australia dan EFTA. “Jadi, market-nya terbuka luas. Kami berharap juga mendorong CEPA dengan Uni Eropa bisa cepat diselesaikan,” tandasnya.
Dalam acara yang bertema ‘Revitalize Indonesia Textile Industry From Plantation to Fashion’ tersebut, Airlangga mengatakan, industri TPT nasional saat ini telah terintegrasi dari hulu hingga hilir sehingga memiliki daya saing global. Keunggulan ini perlu ditingkatkan guna lebih memperdalam strukturnya, seperti melalui investasi industri bahan baku terutama yang substitusi impor.
“Diharapkan ke depan, semakin kuat strukturnya dengan bertambahnya industri yang menghasilkan bahan baku berupa serat rayon sebagai diversifikasi produk yang berbasis kapas dan polyester,” tuturnya.
Oleh karena itu, Menperin memberikan apresiasi kepada PT Asia Pacific Rayon (APR)dan PT Rayon Utama Makmur (RUM) yangtelah melakukan investasi dalam sektor industri serat rayon untuk meningkatkan kapasitas nasional yang saat ini sebesar 536 ribu ton per tahun. PT APR menggulirkan dananya di Riau sebesar Rp11 triliun dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 1.200 orang sehingga secara grup totalnya mencapai 7.000 pekerja.
“Dengan beroperasinya PT APR yang menghasilkan viscose rayon sebesar 240 ribu ton dan PT RUM sebesar 80 ribu ton, maka total kapasitas produksi nasional serat rayon akan menjadi 856 ributon per tahun,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Airlangga juga mendorong kepada PT APR agar melakukan investasi yang lebih ke hilir, yaitu industri pemintalan dengan kapasitas mesin minimal 1 juta mata pintal. Apabila ini dilakukan, ekspor berupa benang rayon ditargetkan naik hingga 57,6 ribu ton atau senilai USD240,54 juta.
“Sebagai perusahaan pionir yang mengembangkan industri tekstil yang tidak hanya beriorientasi kepada tekstil untuk sandang, kami juga melihat PT APR sudah lebih beriorientasi kepada kebutuhan fesyen dan terus mengembangkan rayon untuk kebutuhan technical textile,” imbuhnya.
Airlangga menambahkan, pihaknya sedang mendorong sektor manufaktur di Tanah Air dapat terlibat aktif dalam program pendidikan dan pelatihan vokasi serta kegiatan penelitian dan pengembangan. Bagi perusahaan yang berinvestasi pada dua hal tersebut, pemerintah siap memberikan insentif fiskal berupa super deductible tax.
“Kami telah mengusulkan skema keringanan pajak tersebut, hingga 200 persen untuk industri yang berinvestasi pada pendidikan vokasi, dan sebesar 300 persen bagi yang terlibat dalam kegiatan R&D untuk menciptakan inovasi,” jelasnya.