Perjuangkan Isu Digital Lewat DEWG G20, Kominfo Libatkan Multistakeholders
Menurut Sekjen Mira Tayyiba, Kementerian Kominfo diberikan mandat dari Sherpa Track sebagai pengampu DEWG untuk menjadi ‘ketua kelas’ untuk isu-isu digital lintas sektor.
“Tugas Kominfo adalah untuk melakukan streamlining semua isu digital agar koheren dan kohesif. Misalnya, isu pemberdayaan perempuan atau perlindungan anak, dapat dijawab dengan menggunakan pendekatan berbasis aspek-aspek digitalisasi, seperti literasi digital dan online safety,” jelasnya.
Kementerian Kominfo berkomitmen untuk menggunakan momentum Presidensi G20 Indonesia sebagai kesempatan untuk menguatkan sektor digital secara nasional dan internasional.
“Jadi, isu-isu ini bukan saja menjadi agenda-agenda nasional yang kita perjuangkan di global, tetapi kita juga menggunakan kesempatan ini untuk mengkonsolidasikan pengelolaan isu digital nasional. Tidak mengherankan kalau isu digital dibahas di semua sektor, karena digital itu kan fluid, bisa digunakan oleh banyak orang,” papar Sekjen Kementerian Kominfo.
Dukung Persidangan DEWG
Juru Bicara Kementerian Kominfo, Dedy Permadi, menyatakan bahwa National Knowledge Partner dilibatkan untuk membahas dan menyusun substansi dari persidangan forum DEWG.
"Kita melibatkan National Knowledge Partner atau mitra substansi nasional yang terdiri UI, UGM, UNPAD, dan CSIS Indonesia. Keempat National Knowledge Partner itu bersama-sama dengan Kominfo menyusun substansi dari persidangan DEWG. Kita juga mengajak stakeholders yang lain untuk bekerja bersama-sama mendukung kesuksesan G20 ini,” jelasnya
Jubir Dedy Permadi menjelaskan alasan memilih empat mitra tersebut ialah untuk memperkuat substansi pelaksanaan DEWG selama Presidensi G20 Indonesia.
“Pertimbangannya adalah kita berusaha untuk seinklusif mungkin sebetulnya, tetapi kan tidak semuanya bisa dilibatkan. Jadi kita memandang bahwa secara substansi, kita bisa saling melengkapi dengan National Knowledge Partner,” tuturnya.
Sebelumnya, Jubir Kementerian Kominfo menjelaskan mengenai kelahiran Presidensi G20 yang dilatarbelakangi persoalan global. Mulai Asian Financial Crisis tahun 1997-1998, yang kemudian naik menjadi Global Financial Crisis.
“Dan forum ini dibentuk karena dulu G7 itu tidak cukup untuk menjawab permasalahan dunia yang sebenarnya bukan hanya menjadi domain negara-negara kaya saja, tapi juga negara-negara kelas menengah. Jadi dibentuklah G20, dari awal pembentukannya pun sudah menjawab permasalahan global, sebagaimana kita yang menghadapi krisis di masa itu,” paparnya.
Dalam perjalanannya, terdapat banyaknya persoalan global yang juga dibantu dengan kehadiran forum G20. Misalnya, pada tahun 2008, saat krisis ekonomi global terjadi dan menjadi krisis finansial global terburuk di sepanjang 80 tahun terakhir pada saat itu. Termasuk pula pada tahun 2009 ketika krisis nuklir Irak dan tahun 2017 saat krisis Suriah.
“Kemudian tahun 2019, saat terjadi perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok, itu pun G20 menjadi bagian dari penyelesaian masalah-masalah dunia. Termasuk ketika pandemi Covid-19 melanda, ada Forum G20 yang berusaha untuk membicarakan solusinya. Di Finance Track misalnya, ada penjadwalan ulang pembayaran hutang agar negara-negara tetap bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19,” jelas Dedy Permadi.
Jubir Dedy Permadi menegaskan isu digital menjadi sangat penting untuk Indonesia, karena sejak tahun 2019, Indonesia merupakan negara yang memperjuangkan kenaikan kelas diskusi isu digital di forum G20. Sebelumnya, isu digital dibicarakan di level Task Force (gugus tugas), dan dengan dukungan dari Indonesia, Task Force tersebut sekarang berhasil dielevasi ke level Working Group (kelompok kerja).
“Indonesia sudah memperjuangkan sejak 2019, tahun 2020 diperjuangkan kembali dan disepakati kenaikan kelasnya. Jadi Indonesia adalah negara pertama yang memimpin Digital Economy Working Group atau kelompok kerja ekonomi digital di forum G20,” tandasnya.