Batam Berpotensi Jadi Pusat Klaster Industri Elektronik Bernilai Tambah Tinggi
Peluang tersebut sejalan dengan upaya pemerintah yang sedang menggenjot sektor kendaraan, seperti pengembangan mobil listrik. Selain industri elektronik, industri otomotif juga ditetapkan sebagai sektor percontohan implementasi Industri 4.0, yang diikuti pula industri makanan dan minuman, kimia, serta tekstil dan pakaian.
Lebih lanjut, komponen elektronik yang juga bernilai tambah tinggi seperti yang digunakan di perangkat smartphone. Terlebih lagi, saat ini pengguna gadget semakin banyak, sehingga dapat mendorong Batam mewujudkan klaster industri yang menghasilkan multiplier effect. “Batam ini kan jadi outsourcing untuk produksi smartphone. Isi dari smartphone kan ada chips, dan chips itu telah diproduksi di Batam,” imbuhnya.
Menperin menyebutkan, empat langkah strategis yang telah disiapkan dan akan dijalankan dalam upaya mengakselerasi pengembangan industri elektronik di Indonesia agar mampu memasuki era Industri 4.0, yaitu menarik pemain global terkemuka dengan memberikan paket insentif menarik, mengembangkan kemampuan dalam memproduksi komponen elektronik yang bernilai tambah tinggi.
Selanjutnya, meningkatkan kompetensi tenaga kerja dalam negeri melalui berbagai program pelatihan agar semakin terampil dan inovatif sesuai kebutuhan dunia industri saat ini, serta mengembangkan pelaku industri elektronik dalam negeri yang unggul untuk mendorong transfer teknologi ke industri serupa lainnya.
“Kami juga terus berupaya agar industri elektronik di Indonesia mengurangi ketergantungan kepada bahan baku atau komponen impor. Untuk itu, kami memacu industri elektronik dalam negeri agar tidak hanya terkonsentrasi pada perakitan, tetapi juga terlibat dalam rantai nilai yang bernilai tambah tinggi,” paparnya.
Selain mengunjungi kawasan industri Batamindo dan meninjau PT Infineon Technologies, dalam agenda kerja di Batam saat itu, sebelumnya Menperin memberikan pemaparan mengenai Implementasi Industi 4.0 di Indonesia pada Rapat Koordinasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia.
Pengembangan industri MRO
Pada hari yang sama, Menteri Airlangga melanjutkan kegiatannya untuk melihat secara langsung industri perawatan dan perbaikan pesawat(MRO) milik Lion Group, yakni Batam Aero Technic (BAT) di area Bandara Hang Nadim, Batam. Dengan berdiri di atas lahan seluas 28 hektare, selain menjadi bengkel untuk pemeliharaan dan perawatan pesawat, BAT juga memiliki fasilitas uji pesawat.
Menperin mengatakan, pemerintah sedang mendorong tumbuhnya industri MRO di Indonesia. Hal ini lantaran masih banyak potensi pengembangan sektor ini yang diintegrasikan dengan beberapa bandara di dalam negeri.
“Seperti arahan Bapak Presiden Joko Widodo, industri perawatan pesawat ini sangat penting. Harusnya Indonesia punya daya saing tinggi dan ini menjadi peluang besar kita, dengan banyak jumlah bandara. Karena, kalau ada pesawat dari luar negeri yang rusak, bisa dirawat oleh pekerja kita,” ungkap Airlangga.
Menperin menambahkan, industri penerbangan dalam negeri terus berkembang dan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini diindikasikan dengan kenaikan jumlah lalu lintas udara, baik penumpang maupun untuk arus barang.
“Pertumbuhan jumlah penumpang udara domestik meningkat rata-rata 15 persen per tahun selama 10 tahun terakhir, sedangkan jumlah penumpang udara internasional naik hingga sekitar delapan persen dan Indonesia adalah merupakan negara terbesar ketiga di Asia dalam pembelian pesawat udara setelah China dan India,” paparnya.
Ke depannya, bisnis industri MRO ini juga cukup menjanjikan seiring meningkatnya sektor pariwisata dan perekonomian di Tanah Air. Selain itu, adanya industri perawatan pesawat bisa menurunkan biaya dari industri penerbangan, salah satunya biaya impor komponen pesawat.
Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait menyampaikan, pihaknya sedang fokus menjalankan masterplan bisnis MRO termasuk pengembangan sumber daya manusia di BAT. Sejak beroperasi pada 2014, dari lima tahap pengembangan BAT, perusahaan sudah merampungkan satu tahap.
“Tahap pertama sudah difungsikan 4 hektare, dan untuk tahap kedua adalah 3 hektare. Pada tahap kedua akan dibangun hanggar untuk aircraft painting sebanyak dua unit, warehouse, dan avionic shop,” ujarnya. Dengan area yang telah terbangun seluas 4 hektare, saat ini hangar sudah bisa menampung 12 pesawat narrow body (berbadan ramping) atau empat pesawat berbadan besar secara simultan.
Lion Group menargetkan, perluasan fasilitas BAT hingga tahap ketiga akan rampung pada tahun 2019 dengan kemampuan memperbaiki sebanyak 38 pesawat sekaligus. “Tahap kelima akan selesai pada tahun 2022. Jumlah pekerjanya kalau sudah tiga shift kurang lebih 10.000 orang,” ungkap Edward
Selain itu, perusahaan sudah melakukan kerja sama dengan Pemerintah Kota Batam untuk membangun politeknik aviasi. “Total nilai investasi pengembangan BAT ini diperkirakan mencapai Rp8-9 triliun,” ucap Edward. Alasan Lion Group memperluas fasilitas MRO adalah untuk menangani sekitar 250 unit pesawat yang dimilikinya.
Apalagi, Lion berencana mendatangkan sekitar 700 unit pesawat berbagai jenis, seperti pesawat ATR, Boeing, dan Airbus untuk melayani rute domestik maupun internasional. “Adanya fasilitas pengetesan pesawat, membuat MRO milik Lion Group menjadi yang tercanggih dan satu-satunya di Asia,” imbuhnya.