Sinergi Pemerintah & BUMN Dorong Dekarbonisasi&Pembiayaan Infrastruktur Berkelanjutan
Sumber: Pressrelease.id | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Kehadiran petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) terkait penggunaan material hijau dari Kementerian PUPR akan mempercepat implementasi kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Hal tersebut menjadi salah satu poin penting yang digarisbawahi dalam seminar “Sustainable Infrastructure Forum: Komitmen Bersama untuk Pengurangan Emisi Karbon dan Strategi Pembiayaan Infrastruktur Berkelanjutan” yang diselenggarakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Indonesia Water Institute (IWI), dan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) di Auditorium Kementerian PUPR, Jalan Pattimura No. 20 Jakarta Selatan pada Rabu (15/3/2023).
Dalam seminar berskala nasional tersebut, hadir Ir. Jarot Widyoko, Sp-1, Direktur Jendral Sumber Daya Air Kementerian PUPR, mewakili Menteri PUPR Ir. M. Basuki Hadimuljono, M.Sc., Ph.D.,. Sejumlah narasumber lintas sektor juga antusias memberikan paparan mengenai aspek infrastruktur berkelanjutan dari sudut pandang masing-masing, di antaranya jajaran Kementerian PUPR, Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG), PT Wijaya Karya Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, dan ahli konstruksi Tanah Air.
Jarot Widyoko menyatakan pentingnya penggunaan material yang ramah lingkungan. “Implementasi konstruksi berkelanjutan harus didukung oleh rantai pasok sumber daya konstruksi dengan mengutamakan produk lokal, unggulan dan ramah lingkungan. Salah satu langkah konkritnya adalah meningkatkan penggunaan semen non-OPC (Non-Ordinary Porland Cement), yang dapat berkontribusi dalam penurunan emisi karbon serta meningkatkan akurasi spesifikasi material semen sesuai peruntukan pekerjaan konstruksi,” papar Jarot.
“Hasil penelitian Balitbang PUPR pada tahun 2014 – 2018 menunjukkan bahwa Semen Non-OPC memiliki kinerja yang setara dengan Semen OPC. Untuk itu, kepada seluruh badan usaha, saya meminta ini menjadi perhatian kita bersama untuk mulai menggunakan material ramah lingkungan salah satunya semen non-OPC yang telah memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Beton,” lanjutnya.
Pada pidato pembukaan, Dr. Ir. Firdaus Ali, M.Sc., Founder Indonesia Water Institute sekaligus Staf Khusus Menteri PUPR, mengatakan bahwa salah satu penyebab pemanasan global adalah karena peningkatan jumlah emisi karbon dan gas rumah kaca. “Peningkatan jumlah emisi karbon dan gas rumah kaca menjadi salah satu penyebab pemanasan global yang kemudian memicu terjadinya perubahan iklim dan anomaly cuaca di hampir seluruh belahan bumi,” ujar Firdaus.
Firdaus juga menekankan pentingnya mendorong implementasi kebijakan terkait infrastruktur, konstruksi berkelanjutan, dan green materials. “Pembangunan green industrial sudah mulai dikembangkan di Kalimantan Utara dengan menggunakan energi baru terbarukan. Konsep ini juga sedang diterapkan di IKN Kalimantan Timur. Kementerian PUPR juga sudah mengeluarkan PermenPUPR No. 5 Tahun 2015 Tentang Pedoman Umum Implementasi Konstruksi Berkelanjutan Pada Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman. Permen ini kemudian diperbaharui dengan PermenPUPR No. 9 Tahun 2021 dan lebih konkrit lagi ada Instruksi Menteri PUPR No. 4 Tahun 2020 tentang penggunaan semen Non OPC Cement pada Pekerjaan Konstruksi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat. Ini yang harus kita dorong agar diimplementasikan di lapangan,” lanjut Firdaus.
Keberadaan Instruksi Menteri PUPR No. 4 Tahun 2020 tentang Penggunaan Semen Non-Ordinary Portland Cement pada Pekerjaan Konstruksi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat memberikan harapan untuk mendorong terobosan pembangunan berkelanjutan secara masif di Indonesia, melalui penggunaan material ramah lingkungan untuk mengurangi emisi karbon dari pembangunan. Namun InMen tersebut masih membutuhkan juklak dan juknis, serta komitmen bersama seluruh stakeholder yang disasar dari hasil diskusi pada forum ini.
Untuk diketahui, pemerintah terus bekerja keras, melalui berbagai strategi dan kebijakan, untuk mendorong transisi menuju pembangunan yang mengedepankan prinsip resiliensi dan keberlanjutan lingkungan.
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK), dan menyampaikan target dalam misi mengurangi emisi karbon 41% pada tahun 2030, yang disampaikan dalam pertemuan Conference of the Parties (COP) 26 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Glasgow, United Kingdom. Bahkan pada saat penyelenggaraan KTT G20 tahun 2022 di Bali, Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa upaya nyata bersama untuk menangani pemanasan global dan perubahan iklim kian mendesak, demi memastikan keberlanjutan lingkungan, keselamatan umat manusia, dan kesejahteraan peradaban.
Penanganan perubahan iklim akibat peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) seperti karbondioksida (CO2), harus bergerak maju dengan kepastian tinggi, seiring dengan upaya penanganan berbagai tantangan global lainnya, seperti pengentasan kemiskinan dan pencapaian target Sustainability Development Goals (SDGs).
Indonesia juga telah menargetkan Net Sink Carbon untuk sektor lahan dan hutan selambat-lambatnya tahun 2030 dan mempercepat capaian target “Net Zero” di tahun 2060. Kawasan Net Zero mulai dikembangkan, termasuk pembangunan Green Industrial Park di Kalimantan Utara seluas 13.200 hektar, yang menggunakan energi baru terbarukan dan menghasilkan green product.
Kebijakan dan strategi hijau ini juga yang menjadi prinsip dasar dalam pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan kawasan Ibu Kota Negara (IKN) yang sedang dibangun di Penajam Paser Utara, dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur.
Dr. Ir. Danis Hidayat Sumadilaga, M.Eng.Sc., Ka Satgas IKN Kementerian PUPR menjelaskan bagaimana Ibu Kota Nusantara secara konsep dan visi sangat sejalan dengan pembangunan berkelanjutan.
“Secara konsep, IKN adalah kota berkelanjutan dunia, penggerak ekonomi nasional, simbol identitas nasional. IKN adalah kota hutan, kota spons, kota cerdas. Secara visi dan desain juga sudah berkaitan dengan sustainabilty serta rendah emisi karbon. Di sana bukan hanya membuat kota, tapi juga membangun industri yang hijau dan berkelanjutan,” jelas Danis
Sementara itu, Prof. Mohammed Ali Berawi, M.Eng.Sc., Ph.D., Deputi Bidang Transformasi Hijau dan Digitalisasi Otorita IKN, menerangkan bagaimana IKN menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi sebuah negara. “Infrastruktur menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi sebuah negara.
Membangun infrastruktur menuju Indonesia maju 2045 is a must, ujar Ali. Proyek infrastruktur yang efisien, lanjut Ali, akan menjadi nilai tambah. Nilai tambah juga bisa muncul ketika bisa inovasi dilakukan. Nilai tambah juga bisa muncul dari kolaborasi. “IKN dibangun dengan prinsip hijau, ketahanan, berkelanjutan, inklusif, dan cerdas,” kata Ali.
Dalam pemaparannya, Dr. Ir. Herry Trisaputra Zuna, S.E., M.T., Direktur Jendral Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, mengungkapkan bahwa Kementerian PUPR terikat untuk menurunkan emisi CO2 sebesar 29% atau net zero carbon di tahun 2060
“Pertanyaannya adalah bagaimana semua sektor infrastruktur yang dibangun hari ini bisa mengurangi emisi di masa depan? Kemudian, apakah prosedurnya sudah benar? Bagaimana semen yang digunakan?” ujar Herry.
Pembangunan infrastruktur di Indonesia belum semewah negara lain. “Biaya infrastruktur di Indonesia baru 40% sementara di negara lain sudah 70%,” katanya. Dalam RPJMN, lanjut Herry, untuk meningkatkan infrastruktur di Indonesia sebesar 10% dibutuhkan biaya sebesar Rp123,4 triliun.
Untuk mencapai 100% butuh Rp1.000 triliun. Kalau mengacu ke RPJMN, butuh Rp6.045 triliun hingga tahun 2024 dan 37% bisa berasal dari APBN. “Tugas kita adalah bagaimana menterjemahkan 63% sisanya menjadi studi. Kalau tidak ada studi maka tidak ada investor yang masuk ke Indonesia. IKN juga sama, kalau tidak ada studi maka tidak ada yang berinvestasi,” ujar Herry.
Penggunaan green materials dan pengelolaan green financing dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan, merupakan salah satu unsur penting dalam mendukung misi mengurangi emisi karbon sebesar 29% - 41% menjelang tahun 2030.
Komitmen pemerintah mendorong green infrastructure terlihat pada Peraturan Menteri PUPR No. 9 tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Konstruksi Berkelanjutan dan Instruksi Menteri PUPR No. 4 tahun 2020 tentang Penggunaan Non-Ordinary Portland Cement (OPC) pada Pekerjaan Konstruksi di Kementerian PUPR.
Berbagai regulasi dan kebijakan Kementerian PUPR beberapa tahun terakhir juga ditujukan untuk mendukung upaya pengurangan emisi GRK, seperti pemanfaatan permukaan air (bendungan/waduk) untuk PLTS Apung di samping pemanfaatan potensi tenaga air untuk pembangkit listrik, dan konsistensi penggunaan material konstruksi berjejak karbon rendah yang ramah lingkungan seperti penggalakan penggunaan semen Non-OPC.
Prof. Ir. Iswandi Imran, A.A.Sc., Ph.D., mengemukakan bahwa spesifikasi semen di Indonesia sangat spesifik dan kaku padahal teknologi material saat ini sudah maju. “Di luar negeri, penggunaan material sudah berdasarkan performance base. Indonesia masih terpaku pada masalah bahan,” ungkap Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) ini.
“Kita tidak perlu terpaku pada masalah bahan baku semen yang penting performance base nya tercapai. Ini yang harus diubah mindset-nya. Indonesia masih cukup kaku terkait dengan penggunaan material dalam infrastruktur padahal sudah ada aturan.”
Dalam SNI material semen ramah lingkungan sudah terdaftar dan itu sudah cukup kuat untuk digunakan di infrastruktur. SNI sudah memberikan ruang tinggal implementasi di lapangan. “Mutu dari semen non-OPC juga tidak kalah dengan semen OPC biasa. Dari aspek durability pun, semen Non-OPC juga lebih baik dari semen OPC,” kata Iswandi.
Implementasi kebijakan konstruksi ramah lingkungan ini membutuhkan komitmen kuat dan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan seperti konsultan perencana, kontaktor, asosiasi, akademisi dan peneliti. Kehadiran juklak dan juknis terkait penggunaan material hijau dari Kementerian PUPR, tentunya juga akan mempercepat implementasi kebijakan ini.
Bahkan, kehadiran produk hukum yang lebih tinggi seperti Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah (PP) akan mempercepat implementasi kebijakan karena Perpres atau PP akan melibatkan keseluruhan elemen pemerintah, tidak hanya Kementerian PUPR semata.
SIG sebagai salah satu BUMN yang bergerak dalam bidang penyediaan bahan baku pembangunan infrastruktur, juga berkomitmen mengurangi emisi karbon melalui berbagai upaya dekarbonisasi.
Peta jalan dekarbonisasi tersebut, seperti dipaparkan oleh Aulia Mulki Oemar, Direktur Bisnis & Pemasaran SIG, meliputi peningkatan bahan baku dan bahan bakar dengan kandungan carbon-neutral dan emisi lebih rendah, efisiensi penggunaan energi dalam proses produksi melalui automasi dan digitalisasi, dan menurunkan clinker factor pada produksi semen.
“Inisiatif penurunan clinker factor pada produksi semen merupakan pendorong utama dekarbonisasi. SIG berkomitmen mengenalkan produk semen berkualitas lebih baik dari OPC, namun dengan emisi karbon yang lebih rendah.
Hal ini kita lakukan melalui peningkatan penggunaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan hingga 20% pada tahun 2030. Kita juga akan melakukan pengembangan produk semen, beton dan solusi lain dengan kandungan karbon yang rendah, namun tetap menjaga kualitas sesuai standar nasional dan internasional yang ada,” papar Aulia.
“Di SIG, kami memiliki varian semen non-OPC yang memiliki keunggulan sesuai dengan kebutuhan aplikasi konstruksi yang beragam serta memiliki nilai TKDN 90-97%. Selain berbagai benefit dari aspek teknis maupun lingkungan, semen non-OPC juga memiliki benefit dari sisi ekonomis di mana terdapat penghematan 5-15% biaya semen serta efisiensi biaya perbaikan karena sifat durability yang baik. Semen non-OPC dan solusi ramah lingkungan dari SIG telah diterapkan di berbagai jenis konstruksi di penjuru negeri,” lanjut Aulia.
Aulia berharap kebijakan strategis yang telah dibuat oleh Kementerian PUPR, yakni InmenPUPR 04/2020 dan PermenPUPR 09/2021, disosialisasikan sehingga dapat menjangkau seluruh stakeholder terkait di setiap daerah dan tahapan proyek.
“Penguatan kebijakan strategis ini dapat dilakukan melalui penyusunan dokumen referensi bagi pelaksana konstruksi, khususnya untuk konstruksi jalan dan jembatan berupa pemutakhiran spesifikasi teknis umum jalan dan jembatan beserta petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis terkait,” ujar Aulia.
Mahendra Vijaya, Corporate Secretary PT Wijaya Karya Tbk (Wika), memaparkan bagaimana Wika merespons Inmen No. 4 Tahun 2020. “Wika sudah berkomitmen untuk menggunakan material rendah emisi seperti semen Non-OPC, semen PCC, PSC/Duracem, dan semen hidrolik.
Ini adalah langkah korporasi untuk mengakomodasi aturan tersebut. Terkait dengan Permen PUPR No. 9 Tahun 2021, Wika telah menerapkan prinsip konstruksi berkelanjutan dan Standar K4, SMKK, antisipasi Kegagalan Bangunan dan Pendapat Ahli, dan membentuk Komite Keselamatan Kerja. Semua ini kita sesuaikan dengan Permen PUPR No.9 Tahun 2021,” papar Mahendra.
Dari sisi pembiayaan sebagaimana jamak dalam setiap proyek-proyek konstruksi tentunya dibutuhkan dukungan dan komitmen penuh dari pemerintah maupun institusi pembiayaan agar memberikan prioritas penuh melalui kebijakan dan mekanisme pembiayaan hijau (green financing) sehingga target nasional penurunan emisi GRK bisa tercapai tepat waktu dan tepat sasaran, dan kita semua menjadi bagian untuk ikut menyelamatkan peradaban dari ancaman risiko bencana hidrometeorologi.
Budi Purwanto, SVP Corporate Banking Bank Mandiri, memaparkan mengenai dukungannya terhadap pembiayaaan hijau. “Bank Mandiri sudah memiliki RAB di tahun 2018 dan sudah menjadi first mover dalam green financing.
Tahun 2021 revenue sustainability Bank Mandiri mencapai US$300 Juta dan sudah memberikan pembiayaan green loan dan sustainability linked loan (SLL). Ini semua merupakan upaya dari Bank Mandiri untuk mencapai sustainability banking,” ujar Budi.
Baca Juga: Pemerintah Targetkan Investasi Rp 1.650 Triliun pada Tahun Pemilu 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News