Meski Melambat, PMI Manufaktur RI di Bulan Mei Masih Unggul Dibandingkan China
Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aktivitas sektor industri di tanah air masih menunjukkan level ekspansi. Berdasarkan data S&P Global, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di level 50,8 pada bulan Mei.
“Tahap ekspansi ini menggambarkan selama sembilan bulan berturut-turut kondisi bisnis membaik pada seluruh sektor manufaktur Indonesia,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif dalam siaran pers.
Meski melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sentimen bisnis terkait perkiraan 12 bulan output dapat bertahan positif. Febri menjelaskan, perlambatan PMI Manufaktur Indonesia pada bulan Mei, utamanya disebabkan oleh kendala pasokan.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Baja Catatkan Kinerja Kokoh di Kuartal Pertama 2022
“Adanya libur panjang Lebaran di minggu awal Mei 2022 misalnya, menjadi salah satu faktor gangguan terhadap rantai pasokan sektor industri,” ungkap Febri.
Selain itu, faktor pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng curah di dalam negeri juga mempengaruhi kondisi sektor manufaktur.
S&P Global juga melaporkan, aktivitas pabrik di Asia melambat karena pembatasan ketat Covid-19 di China sehingga menghambat rantai pasokan dan permintaan. Bahkan, ditambah dengan adanya dampak perang Rusia-Ukraina yang membuat kekhawatiran terhadap pasar.
Baca Juga: Ekonom Core: Penerimaan Negara yang tergantung pada Ekspor Komoditas Sangat Rentan
“Kami melihat, aktivitas sektor industri di sejumlah negara Asia seperti Taiwan, Malaysia, Filipina dan Australia juga mengalami penurunan permintaan pada bulan lalu. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk segera memacu kembali laju produktivitas sektor industrinya,” imbuh Febri.
Jubir Kemenperin menegaskan, Pemerintah Indonesia tetap fokus untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional, khususnya dalam pengembangan sektor industri. “Industri manufaktur menjadi indikator paling kuat dalam menilai ketahanan ekonomi suatu negara. Apalagi, industri manufaktur di Indonesia selama ini telah menjadi tulang punggung bagi perekonomian nasional,” terangnya.
Adapun, pada triwulan pertama tahun 2022, industri pengolahan nonmigas mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,47% atau lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,01%. Kinerja sektor manufaktur tersebut juga naik signifikan dibanding pada periode yang sama tahun lalu yang mengalami kontraksi 0,71%.
Baca Juga: Emiten Manufaktur Optimistis Kinerja Bakal Membaik
Di samping itu, beberapa kinerja gemilang sektor manufaktur, antara lain adalah kontribusi industri manufaktur sebesar 76,37% yang mendominasi capaian nilai ekspor nasional pada kuartal pertama 2022. Sepanjang periode Januari-Maret 2022 tersebut, kinerja ekspor industri pengolahan menembus USD50,52 miliar atau naik 29,68% dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain itu, realisasi investasi sektor industri pada triwulan pertama 2022 naik 17% (yoy). Kinerja investasi sektor industri pengolahan sepanjang Januari-Maret 2022 mencapai Rp 103,5 triliun. Jumlah tersebut memberikan kontribusi signifikan sebesar 36,7% terhadap total nilai investasi di tanah air pada triwulan pertama tahun 2022, yang menembus Rp282,4 triliun.
Febri mengatakan, dalam upaya strategis untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah Indonesia juga meningkatkan investasi di tingkat daerah dan mendorong perluasan industri melalui pembentukan pusat-pusat kegiatan ekonomi baru di tingkat daerah.
Baca Juga: Sri Mulyani: Commodity Boom Akan Berakhir Tahun Depan
Salah satu wujud dukungan pemerintah dalam upaya pengembangan sektor industri dilakukan dengan membangun kawasan ekonomi strategis yang bertujuan untuk mendorong daya saing sektor industri dengan memberikan insentif kepada Kawasan Industri atau Kawasan Ekonomi Khusus, serta mendukung pembangunan infrastruktur di sekitar kawasan.
Adapun pembangunan tersebut akan mengikuti kerangka berkelanjutan dan ramah lingkungan yang sejalan dengan kesepakatan bersama di tingkat global yang tercermin dalam 17 pilar Sustainable Development Goals (SDGs).
Selain itu, Pemerintah mendorong terwujudnya Eco-Industrial Park (EIP) secara bertahap bagi seluruh industri di Indonesia. Penerapan EIP ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja ekonomi bagi industri melalui minimalisasi dampak lingkungan, serta mengubah paradigma ekonomi linier menjadi ekonomi sirkular dengan penerapan desain, perencanaan, implementasi infrastruktur yang berkelanjutan, serta penerapan konsep produksi yang bersih, pencegahan polusi, efisiensi energi, dan kolaborasi bisnis.
Baca Juga: Produsen Mobil Listrik Global Gencar Menanamkan Investasi
Menanggapi hasil survei PMI Manufaktur Indonesia pada Mei, Jingyi Pan selaku Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence mengatakan, kondisi bisnis pada seluruh sektor manufaktur Indonesia membaik pada laju lebih lambat pada bulan Mei.
"Kabar baiknya adalah permintaan terus naik, namun harus diperhatikan seberapa jauh output manufaktur mungkin akan terdampak ke depannya,” sebut Jingyi Pan.
PMI Manufaktur Indonesia pada Mei masih unggul dibanding PMI Manufaktur Malaysia (50,1), Taiwan (50,0), Myanmar (49,9) dan China (48,1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News