Fikih Zakat Syekh Nawawi Majene: Jalan Baru Tata Kelola Filantropi Islam Modern
Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal
KONTAN.CO.ID - Sebagai negara Muslim terbesar di dunia, Indonesia menyimpan potensi zakat yang sangat besar. Perhitungan terbaru BAZNAS RI menunjukkan bahwa potensi tersebut mencapai Rp327 triliun, namun realisasi penghimpunannya masih diperlukan usaha keras semua pihak terkait. Hal ini menegaskan kebutuhan mendesak akan landasan keilmuan yang kokoh, modern, dan kontekstual.
Karena itu BAZNAS RI bersama Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, dan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, meluncurkan program penelitian dan tahqiq terhadap Kitab Fikih Zakat karya Syekh Nawawi Yahya Abdul Razak Majene, sebuah manuskrip sebanyak sepuluh jilid.
Kitab berjudul "Zakat dan Sistem Sosial Masyarakat Modern" atau al-Zakat wa al-Nuzhum al-Ijtima'iyyat al-Mu'ashirah (الزكاة و النظم الاجتماعية المعاصرة) ini, adalah karya monumental disertasi doktoral Syekh Dr. Nawawi Yahya Abdul Razak Majene di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir.
Kitab setebal 6000 halaman yang ditulis tahun 1980 ini, telah diuji dan disahkan oleh Universitas Al-Azhar. Namun karya gemilang tersebut belum sempat diterbitkan, karena Syaikh Nawawi Majene telah menghadap Sang Khalik pada 1984, saat pulang ke kampung halamannya.
Ulama ini dimakamkan dekat pusara ayahnya, KH. Yahya Abdul Razak, di komplek Masjid Manjopai, Majene.
Karya Syekh Nawawi Majene ini memuat analisis fikih zakat paling komprehensif yang pernah lahir dari ulama Nusantara. Pendalaman kembali terhadap manuskrip tersebut bukan hanya tugas ilmiah, melainkan investasi strategis untuk masa depan tata kelola zakat Indonesia.
Syekh Nawawi Majene adalah ulama Indonesia lulusan Al-Azhar yang produktivitas akademiknya luar biasa—lebih dari dua ribu tulisan tentang zakat. Pemikirannya selaras dengan teori zakat kontemporer dari Yusuf al-Qaradawi (Fiqh al-Zakat, Doha, 2011) yang menegaskan bahwa zakat bukan semata ritual, tetapi instrumen pemerataan ekonomi dan keadilan sosial. Gagasan tersebut juga diperkuat oleh Monzer Kahf (Islamic Research & Training Institute) yang menyatakan bahwa zakat adalah “the most structured mechanism of wealth circulation in Islamic economics”.
Dalam manuskrip Syekh Nawawi, penjelasan zakat profesi, zakat pertanian modern, zakat perusahaan, hingga zakat perdagangan dijabarkan sangat detail. Pendekatan sistematis, perbandingan antar-mazhab, dan argumentasi berbasis dalil menjadikan karyanya relevan untuk kebijakan zakat Indonesia yang semakin kompleks.
Tantangan zakat saat ini tidak lagi sebatas pengumpulan, tetapi juga legitimasi fikih terhadap model ekonomi baru: digital economy, aset non-riil, dan penghasilan profesional. Teori maqāṣid al-syarī‘ah yang dikembangkan oleh al-Syāṭibī dan diperdalam oleh Jasser Auda (Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law, IIIT, 2008) menegaskan bahwa tujuan utama syariat adalah kemaslahatan dan keadilan.
Dengan menggunakan kerangka maqasid, rekonstruksi kitab Syekh Nawawi dapat menjawab persoalan kontemporer tanpa meninggalkan akar tradisi. Ini sejalan dengan argumen Abu Zahrah dalam Zakat (Dar al-Fikr, 1963), bahwa fleksibilitas fikih adalah syarat mutlak jika zakat ingin berfungsi sebagai sistem sosial-ekonomi yang hidup.
Pendekatan ini memperkuat landasan epistemologis dan ontologis tata kelola zakat Indonesia, sebagaimana juga ditegaskan oleh BAZNAS melalui prinsip “Aman Syar’i, Aman Regulasi, dan NKRI”.
Penguatan basis keilmuan merupakan kebutuhan strategis. Habib Ahmed dari Durham University dalam Islamic Charities and the Modern World (Routledge, 2021) menegaskan bahwa filantropi Islam hanya akan berkelanjutan jika memiliki struktur regulasi dan referensi keilmuan yang solid. Sementara Jonathan Benthall menunjukkan bahwa manuskrip klasik memainkan peran penting dalam membangun otoritas filantropi Muslim modern.
Inilah sebabnya BAZNAS memandang penelitian manuskrip bukan sekadar kegiatan akademik, tetapi bagian dari moral obligation sebagai otoritas nasional zakat. Tradisi intelektual ulama Nusantara harus dihidupkan kembali dan disosialisasikan, sehingga masyarakat memiliki rujukan yang kuat dalam berzakat.
Program “Jejak Ulama: Merawat Ilmu dalam Manuskrip” yang digagas BAZNAS dan mitra akademik tidak hanya berfokus pada tahqiq, tetapi juga penerjemahan kitab ke Bahasa Indonesia dan Inggris, penyusunan basis data digital manuskrip zakat, integrasi temuan fikih ke dalam kebijakan dan standar operasional zakat, FGD berkala dengan para pakar fikih, filantropi, dan ekonomi syariah, peningkatan literasi zakat bagi mahasiswa dan publik.
Pendekatan kolaboratif ini sejalan dengan rekomendasi global dari Islamic Development Bank yang menekankan pentingnya knowledge-based zakat governance sebagai fondasi modernisasi institusi zakat.
Menghidupkan kembali Kitab Fikih Zakat karya Syekh Nawawi Majene adalah langkah strategis untuk memperkuat tata kelola zakat Indonesia—baik dari sisi syar’i, akademik, maupun kelembagaan. Dengan potensi zakat mencapai Rp327 triliun, Indonesia membutuhkan rujukan komprehensif yang mampu menjawab tantangan kontemporer tanpa tercerabut dari akar tradisi.
Riset manuskrip ini adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan: menghubungkan kearifan ulama Nusantara dengan kebutuhan pembangunan ekonomi umat di era modern. Jika berhasil, Indonesia bukan hanya menjadi negara dermawan, tetapi juga pusat ilmu zakat dunia.
Selanjutnya: Harga Emas Hari Ini Naik ke atas US$ 4.150 seiring Dollar AS Melemah
Menarik Dibaca: Harga Emas Hari Ini Naik ke atas US$ 4.150 seiring Dollar AS Melemah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


