Tanggapan dan Solusi dari Inaplas Terkait Cukai Kantong Belanja Plastik
Jakarta, 27 Maret 2018 - Mulai awal tahun ini, pemerintah merencanakan kembali pengenaan cukai untuk kantong belanja plastik. Salah satu pertimbangannya adalah kantong belanja Plastik dianggap sebagai pencemar lingkungan dan karenanya harus dikendalikan dengan pengenaan cukai kepada produsen yang pada akhirnya menjadi beban konsumen. Padahal masalah utama isu sampah Plastik adalah manajemen sampah yang belum efektif dan budaya hidup bersih yang rendah, bukan disebabkan Oleh material kantong belanja plastik.
Pengenaan cukai ini akan berdampak luas kepada industri Plastik yang terkait yang sebagian besar berupa industri kecil dan menengah. Dampak yang lebih buruk adalah menurunnya minat investasi baru di industri Plastik yang akan mempengaruhi strategi pengembangan industri hulu dan menengah petrokimia.
Pada saat ini telah tumbuh banyak asosiasi, organisasi non profit dan organisasi swadaya masyarakat yang peduli terhadap lingkungan melalui usaha pembersihan lingkungan, pengumpulan, pemisahan, daur ulang, bank sampah dan Iain-Iain. Salah satu diantaranya adalah Manajemen Sampah Zero (Masaro) yang melengkapi usaha-usaha yang sudah dilakukan sebelumnya sehingga bisa meningkat menjadi Industri Pengolahan Sampah yang mandiri dan menguntungkan.
Dengan Masaro pengelolaan sampah dapat dilakukan ditingkat desa atau kecamatan dan tidak diperlukan lagi TPS dan TPA yang selama ini banyak dikeluhkan Oleh masyarakat. Masaro juga melibatkan perangkat yang sudah ada seperti; bank sampah, pelapak sampah, pengangkut sampah, pendaur ulang sampah dan applikasi teknologi digital untuk membangun sinergi dan meningkatkan efektifitas pengolahan sampah.
Proyek percontohan Masaro di Indramayu telah membuktikan bahwa semua sampah termasuk kantong belanja Plastik bekas, sampah rumah tangga atau sampah pasar yang membusuk, mempunyai nilai ekonomi yang bisa ditingkatkan menjadi produk yang lebih berharga sehingga menguntungkan secara finansial. Produk yang dihasilkan industri pengolah sampah adalah bahan daur ulang berupa kertas, kaca, logam, bahan bakar minyak, bahan aspal plastik, pupuk organic, bahan pakan ternak, kompos dan Iain-Iain.
Dengan program ini semua jenis sampah, kecuali sampah B3 yang jumlahnya kurang dari 1%, dapat ditangani ditingkat desa atau kecamatan, termasuk sampah kantong belanja plastik. Sampah kategori B3 dikirim ke fasilitas pengolahan limbah B3 terdekat yang ditunjuk oleh pemerintah. Dengan demikian semua jenis sampah dapat ditangani dengan baik dan benar sehingga tidak ada sampah yang mencemari pemukiman, sungai dan laut seperti sekarang.
Pemerintah menargetkan penerimaan cukai kantong belanja plastik sebesar Rp 500 miliar yang sangat kecil dibandingkan dengan dampak negatif yang ditimbulkan. Disamping itu kantong belanja plastik bekas sudah dapat ditangani dan tidak akan mencemari lingkungan sesuai penjelasan diatas.
Untuk itu kami Asosiasi Industri Petrokimia Olefin, Aromatik dan Plastik (Inaplas) meminta kepada pemerintah agar rencana pengenaan cukai kantong belanja Plastik dapat dihapuskan dan diganti dengan pemberian dukungan kepada industri plastik sehingga dapat memberikan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPH) yang lebih besar daripada penerimaan cukai kantong belanja plastik.
Kami meminta agar pemerintah bersama pelaku industri Plastik dan organisasi swadaya memulai program penanganan sampah secara menyeluruh. Kami meminta agar pemerintah memberikan dukungan dan fasilitas awal bagi tumbuhnya industri pengolahan sampah yang mandiri dan menguntungkan. Kami memerlukan bantuan untuk sosialisasi program, pendidikan budaya hidup bersih kepada masyarakat, bantuan alat dan permesinan sederhana untuk pemrosesan sampah, guna menumbuhkan industri pengolahan sampah di desa-desa atau di lingkungan pemukiman.
Kepada para pengusaha anggota Inaplas, kami meminta agar membuat pilot Proyek Masaro didaerah kerja masing-masing sehingga bisa dicontoh oleh BUMDES setempat untuk mendirikan industri pengolah sampah.