February
13
2019
     10:12

Dorong Peningkatan Ekspor, Pemerintah Sederhanakan Aturan Ekspor Kendaraan Bermotor CBU

Dorong Peningkatan Ekspor, Pemerintah Sederhanakan Aturan Ekspor Kendaraan Bermotor CBU

Jakarta, 12 Februari 2019 – Kementerian Keuangan melakukan penyederhanaan aturan ekspor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh (completely built up/CBU) dengan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2019tentang Tata Laksana Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi, yang ditetapkan pada11 Februari 2019. Dengan adanya relaksasi prosedur ekspor ini, Pemerintah berharap ekspor kendaraan bermotor CBU akan meningkat, sehingga dapat memperbaiki defisit neraca perdagangan dan mengurangi hambatan dalam ekspor.

Dalam aturan baru tersebut, Pemerintah berupaya mendorong percepatan proses ekspor dengan memberikan tiga kemudahan. Pertama, ekspor kendaraan bermotor CBU dapat dimasukkan ke Kawasan Pabean tempat pemuatan sebelum pengajuan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Kedua, pemasukan ke Kawasan Pabean tidak memerlukan Nota Pelayanan Ekspor (NPE). Terakhir, pembetulan jumlah dan jenis barang paling lambat dilakukan tiga hari sejak tanggal keberangkatan kapal.

Sebelum aturan baru ini berlaku, setiap kendaraan bermotor yang akan diekspor wajib mengajukan PEB; menyampaikan NPE; serta apabila terdapat kesalahan, pembetulan jumlah dan jenis barang harus dilakukan paling lambat sebelum masuk Kawasan Pabean, sehingga waktu yang diperlukan lebih lama. Selain itu, perlu proses grouping atau pengelompokan ekspor yang kompleks, seperti berdasarkan waktu keberangkatan kapal, negara tujuan, vehicle identification number (VIN), jenis transmisi, sarana pengangkut, dan waktu produksi.

Penyederhanaan aturan tersebut akan mempermudah proses dengan mengintegrasikan data yang masuk pada in-house system Indonesia Kendaraan Terminal dan sistem DJBC, untuk kemudian dilakukan barcode scanning terhadap VIN setiap kendaraan bermotor yang akan diekspor. Kemudahan proses ini diharapkan dapat meningkatkan competitiveness advantages, karena:

1. Akurasi data lebih terjamin, sebab proses bisnis dilakukan secara otomatis melalui integrasi data antara perusahaan, tempat penimbunan sementara (TPS), dan DJBC;

2. Adanya efisiensi penumpukan di gudang eksportir, sehingga inventory level rendah. Dengan inventory level yang rendah, gudang eksportir dapat dimanfaatkan untuk penumpukan kendaraan CBU hasil peningkatan kapasitas produksi;

3. Dapat memaksimalkan jangka waktu penumpukan di Gudang TPS selama tujuh hari, karena proses grouping dan final quality control sebelum pengajuan PEB dapat dilakukan di TPS; dan

4. Menurunkan biaya trucking, karena jumlah truk berkurang dan logistics partner tidak perlu investasi truk dalam jumlah banyak. Selain itu, pemakaian truk menjadi lebih efisien dan maksimal, karena digunakan setiap hari dan merata jumlah ritasenya.

Tren ekspor dan impor kendaraan bermotor Indonesia menunjukkan angka yang membaik dalam lima tahun terakhir. Pada 2014, ekspor tercatat sebesar 51,57 persen dan impor sebesar 48,43 persen. Pada 2015, ekspor mencapai 55,40 persen dan impor sebesar 44,60 persen. Selanjutnya, pada 2016 ekspor sebesar 61,40 persen dan impor sebesar 38,60 persen. Pada 2017, ekspor tercatat sebesar 53,16 persen dan impor sebesar 46,84 persen. Pada 2018, ekspor tercatat mencapai 63,56 persen dan impor sebesar 36,44 persen. Tambahan competitiveness advantages tersebut diharapkan semakin berdampak positif pada kepercayaan prinsipal agar Indonesia menjadi negara produsen kendaraan terbesar di Asia Tenggara dan 12 besar dunia yang menjadi basis ekspor kendaraan ke seluruh dunia.

Beberapa studi telah dilakukan untuk memproyeksikan efek positif penyederhanaan aturan ekspor kendaraan bermotor CBU. Studi yang dilakukan oleh PT Astra Daihatsu Motor menunjukkan, penyederhanaan aturan ini dapat menurunkan average stock level sebesar 36 persen, dari 1.900 unit/bulan menjadi 1.200 unit/bulan; menurunkan kebutuhan truk untuk transportasi sebesar 19 persen per tahun, dari 26 unit menjadi 21 unit; serta menurunkan biaya logistik hingga 10 persen, yang terdiri atas man hour, trucking cost, serta direct dan indirect materials. Studi serupa juga dilakukan oleh Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas. Dengan menggunakan mekanisme ekspor baru ini, biaya logistik terkait storage dan handling akan turun menjadi sebesar Rp600 ribu/unit dan biaya trucking menjadi sebesarRp150 ribu/unit. Total cost efficiency yang diperoleh lima eksportir terbesar kendaraan CBU mencapai Rp314,4 miliar/tahun.

Halaman   1 2 Show All

Release Terkini

No Release Found

Terpopuler


2024 © Kontan.co.id A subsidiary of KG Media. All Rights Reserved