Kemenperin Terus Mendorong Hilirisasi Berbagai Sektor Industri Dalam Negeri
Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus untuk terus meningkatkan kinerja sektor industri manufaktur karena menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, salah satu kebijakan strategis yang tetap dijalankan adalah hilirisasi industri.
“Sesuai arahan Presiden, kami perlu memperkuat hilirisasi sektor industri manufaktur. Kami optimistis hal tersebut dapat dilakukan, karena selama ini telah terbukti sebagai prime mover bagi perekonomian nasional,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam siaran pers di situs Kemenperin, Jumat (23/12).
Menperin juga menyebutkan, efek berganda dari aktivitas hilirisasi industri telah terbukti nyata, antara lain meningkatnya nilai tambah bahan baku dalam negeri, menarik investasi masuk di tanah air, menghasilkan devisa besar dari ekspor, dan menambah jumlah serapan tenaga kerja.
Guna mencapai sasaran tersebut, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif agar bisnis bisa berjalan baik. Selain itu, diperlukan sinergi dan koordinasi antara pemerintah dengan dunia usaha.
Agus menyatakan, pihaknya sedang fokus menjalankan kebijakan hilirisasi industri di tiga sektor, yakni industri berbasis agro, berbasis bahan tambang dan mineral, serta berbasis migas dan batubara. “Kami secara bertahap akan menyetop bahan baku mentah, seperti minerba. Kami sudah setop ekspor nikel dan selanjutnya setop ekspor bauksit,” ungkap Menperin.
Terkait pengembangan industri berbasis tambang dan mineral, Kemenperin tengah berupaya memacu nilai tambah pada lima komoditas, yaitu bijih tembaga, bijih besi dan pasir besi, bijih nikel, bauksit, serta logam tanah jarang. Perkembangan dari hilirisasi di sektor ini telah menghasilkan sebanyak 27 smelter yang beroperasi meliputi pyrometallurgy dan hydrometallurgy nikel, kemudian 32 smelter yang dalam tahap konstruksi, dan 6 smelter masih tahap studi kelayakan.
Ke depannya, Menperin berharap smelter nikel tidak hanya melakukan ekspor dalam bentuk NPI maupun bahan baku baterai, melainkan dalam bentuk produk lebih hilir seperti produk hilir berbahan baku stainless steel dan baterai listrik. “Kemampuan hilirisasi sektor ini juga akan menghasilkan produk-produk di hilir atau produk jadi seperti peralatan kesehatan, dapur, kedirgantaraan, dan kendaraan listrik. Peningkatan nilai tambah dari bijih nikel bisa mencapai 340-400 kali lipat,” papar Agus.
Lebih lanjut, dampak positif dari hilirisasi sektor tambang dan mineral telah menunjukkan peningkatan signifikan pada capaian nilai ekspor nasional. Hingga Oktober 2022, nilai ekspor dari industri ini menembus US$ 36,4 miliar, naik 40% dibandingkan tahun lalu. Kemenperin menargetkan, pertumbuhan di sektor ini pada tahun 2022 mencapai dua digit atau di kisaran 10%-11%.
Sementara itu, untuk hilisasi industri berbasis agro, Kemenperin sedang melakukan peningkatan nilai tambah pada komoditas kelapa sawit menjadi oleofood complex (pangan dan nutrisi), oleochemical and biomaterial complex (bahan kimia dan pembersih), dan bahan bakar nabati berbasis sawit seperti biodiesel, greendiesel, greenfuel, dan biomass.
Menurut Agus, hilirisasi minyak sawit yang diolah menjadi berbagai produk turunan dapat menghasilkan nilai tambah sampai dengan empat kali lipat. Hingga September 2022, ekspor produk industri berbasis kelapa sawit telah mencapai US$ 29 miliar.
Kemenperin juga mendorong hilirisasi di industri petrokimia. Upaya ini dinilai strategis karena dapat menghasilkan bahan baku primer untuk menopang banyak industri manufaktur hilir penting seperti tekstil, otomotif, mesin, elektronika, dan konstruksi. “Pemerintah saat ini tengah mengawal sejumlah proyek pembangunan industri petrokimia raksasa, antara lain investasi petrokimia di Cilegon, gasifikasi batubara di Muara Enim, serta di Bintuni Papua,” kata Agus.
Hingga Oktober 2022, kinerja ekspor dari industri kimia juga menunjukkan capaian yang gemilang, yakni sebesar US$ 18,5 miliar atau naik 20% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kemenperin memperkirakan pada tahun 2022 ekspor industri tersebut akan mencapai US$ 21--US$ 23 miliar, sedangkan pada tahun 2023 ditargetkan bisa menembus US$ 25 miliar.
Menperin menambahkan, Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa hilirilisasi energi hijau juga menjadi kunci untuk menopang perekonomian nasional ke depannya. Dalam hal ini, Kemenperin terus membangun ekosistem sirkular ekonomi melalui implementasi industri hijau. “Industri hijau adalah upaya kami bersama dalam membangun industri nasional yang tangguh namun selaras dan harmonis antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan serta kesehatan masyarakat,” terang Agus.
Dia menyatakan, beberapa tantangan saat ini yang perlu mendapat perhatian agar kebijakan hilirisasi industri bisa berjalan baik, antara lain adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, perluasan kerja sama internasional untuk mengisi pasar ekspor baru seperti Eropa dan Afrika, pemberian fasilitas insentif, serta memperkuat kemampuan negosiasi dan posisi dalam upaya menghadapi tekanan dari perdagangan dan diplomasi internasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News