Investasi Berdampak, Solusi Strategis Hadapi Tantangan Sosial&Lingkungan di Indonesia
Sumber: Pressrelease.id | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Kerusakan lingkungan akibat praktik yang tidak bertanggung jawab telah mencapai tahap kritis, sementara ketidakadilan sosial-ekonomi terus memperburuk kualitas hidup banyak masyarakat. Kondisi ini menuntut langkah nyata yang tidak hanya menghentikan dampak buruk, tetapi juga mendorong perubahan positif. Dalam situasi ini, diperlukan pendekatan strategis yang mampu menciptakan keseimbangan antara keuntungan bisnis dengan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
Salah satu instrumen unggulan dari pendekatan ini adalah investasi berdampak (impact investing), yang memungkinkan langkah konkret untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi, mengurangi ketimpangan sosial, dan menciptakan keseimbangan baru. Di Indonesia, tren investasi berdampak terus berkembang, sejalan dengan arus global yang menunjukkan pertumbuhan signifikan.
Berdasarkan laporan Global Impact Investing Network (GIIN), sebanyak 88% investor berdampak melaporkan bahwa investasi mereka tidak hanya memenuhi atau melampaui ekspektasi keuntungan, tetapi juga memberikan dampak sosial yang nyata. Dengan memprioritaskan manfaat sosial dan lingkungan jangka panjang, investasi berdampak menarik investor yang mencari lebih dari sekadar keuntungan finansial.
Fikri Syaryadi, pegiat dan investor berdampak, menjelaskan lebih jauh bahwa investasi berdampak menawarkan pendekatan unik yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan finansial tetapi juga memberikan solusi konkret terhadap isu-isu kritis di sektor sosial dan lingkungan. “Investasi ini mencakup sektor-sektor seperti energi terbarukan, pertanian, kehutanan, perikanan, dan pengelolaan limbah. Tujuannya bukan hanya investment return, tetapi juga social dan environmental return yang terukur. Berbeda dari donasi, investasi berdampak tetap menggunakan prinsip pasar dan keuangan untuk menjaga keberlanjutan usaha,” papar Fikri.
Krisis Lingkungan yang Genting di Indonesia
Indonesia tengah menghadapi kepelikan lingkungan yang serius, mulai dari deforestasi hingga pengelolaan sumber daya alam yang kurang optimal. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mencatat bahwa Indonesia kehilangan hingga 26 juta ton ikan setiap tahun akibat praktik penangkapan ilegal. Selain itu, data menunjukkan bahwa dalam satu tahun, deforestasi di Indonesia mencapai lebih dari 1.000 km²—hampir setara dengan dua kali luas Kota Jakarta.
Environmental Performance Index (EPI) 2024 menempatkan Indonesia di peringkat ke-162 dari 180 negara, dengan skor hanya 33,8 dari 100. Di Asia Tenggara, kita tertinggal dari negara-negara seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia. Dalam menghadapi tantangan ini, investasi berdampak hadir sebagai kekuatan transformatif di Indonesia.
Peran Investasi Berdampak dalam Mengatasi Tantangan Lokal
Pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk mendorong praktik bisnis berkelanjutan melalui kebijakan dan insentif. Data Australian Agency for International Development (AusAID) menunjukkan bahwa antara 2020-2022, 131 rancangan undang-undang (RUU) yang disahkan berhasil menarik investasi sebesar USD 1,5 miliar (Rp23,08 triliun), menciptakan peluang usaha baru serta solusi untuk masalah sosial dan lingkungan. Namun, keterbatasan anggaran pemerintah menjadikan investasi berdampak sebagai katalis penting untuk memperbesar skala solusi lokal yang relevan.
Indonesia memiliki peluang potensi besar untuk investasi yang mendorong pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Hal ini didorong sebagai salah satu negara dengan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia Tenggara, populasi lebih dari 270 juta, sumber daya alam melimpah, dan ekosistem kewirausahaan dinamis.
Gita Syahrani, Sustainability and Collective Impact Convener dari Ekonomi Membumi menyebutkan bahwa investasi berdampak mampu memberdayakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sekaligus membantu menyelesaikan permasalahan lingkungan.
“Hingga saat ini, ekosistem investasi berdampak di Indonesia melibatkan 66 investor, baik yang aktif maupun potensial. Dengan dukungan investor, pelaku UMKM dapat mengakses sumber daya untuk berinovasi, sehingga mempercepat dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan,” jelas Gita Syahrani.
Sumber pendanaan untuk UMKM yang memiliki visi berkelanjutan adalah tantangan terbesar, dan ketiadaannya menjadi penghambat utama pelaku bisnis ini. Enggannya para investor melirik ke investasi berdampak, karena kurang terdengar reputasi baiknya dalam hal memberikan keuntungan finansial.
“Praktik bisnis berkelanjutan memerlukan modal awal yang besar, namun investor tradisional seringkali fokus pada keuntungan jangka pendek, sementara imbal balik dari investasi berdampak umumnya akan terjadi jangka panjang. Hal ini menciptakan kendala keuangan yang menghambat pengembangan bisnis kecil di sektor sosial-lingkungan,” ungkap Fikri.
Ia juga menyoroti dampak lain dari kendala keuangan ini. “Kendala keuangan tidak hanya membuat bisnis sulit bertahan, tetapi juga berdampak pada kerusakan lingkungan yang lebih luas dan peningkatan emisi polutan. Sebuah studi menunjukkan bahwa keterbatasan pendanaan dapat memicu lonjakan emisi karbon hingga 3.340% di tingkat perusahaan,” papar Fikri.
Kendala keuangan berdampak signifikan terhadap kerusakan lingkungan karena perusahaan dengan keterbatasan pendanaan sering kali mengurangi pengeluaran untuk praktik berkelanjutan dan teknologi ramah lingkungan.
Studi yang dirilis di International Review of Economics and Finance menunjukkan bahwa tanpa akses modal yang memadai, perusahaan cenderung mengabaikan investasi dalam infrastruktur rendah karbon atau pengelolaan limbah yang efisien. Hal inilah yang memicu peningkatan emisi karbon secara drastis.
Ditemui di kampus UIII, Rizky Wisnoentoro, Ph.D., Kepala Program Sustainable Finance Universitas Islam Internasional Indonesia, membuat penekanan dalam pentingnya investasi berdampak untuk pelaku bisnis. “Ketidakmampuan mengintegrasikan langkah-langkah keberlanjutan ini tidak hanya memperburuk masalah lingkungan, tetapi juga menghambat transisi menuju ekonomi hijau. Investasi berdampak, dengan fokus pada solusi yang terukur, menawarkan jalan keluar dari siklus ini melalui penyediaan modal yang mendorong adopsi praktik ramah lingkungan,” jelas Rizky Wisnoentoro.
Dalam hal kerangka pemikiran dan pengukuran hasil, prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dapat menjadi pondasi penting dalam investasi berdampak. ESG membantu memastikan keberlanjutan bisnis sekaligus menciptakan nilai tambah. Dengan menerapkan prinsip ESG, investor dapat mengintegrasikan analisis risiko jangka panjang dan profitabilitas dalam setiap keputusan investasi, baik melalui saham, obligasi, reksa dana, maupun pinjaman mikro.
Ditemui di tempat kerjanya, Eri Budiono seorang Sustainability Practitioner yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Bank Neo Commerce memaparkan lebih jauh mengenai ESG. “Penerapan prinsip ESG tidak hanya memandu keputusan investasi yang berkelanjutan, tetapi juga membutuhkan kerangka evaluasi yang mampu mengukur dampaknya secara konkret. Dengan pendekatan berbasis bukti, investor dapat memastikan bahwa upaya mereka menghasilkan dampak jangka panjang yang terukur dan relevan, sekaligus memperkuat transparansi dalam pengelolaan investasi,” papar Eri Budiono.
Rizky Wisnoentoro menekankan perlunya pengembangan kerangka evaluasi berbasis bukti untuk mengukur dampak jangka panjang. “Indikator keberhasilan yang relevan, pengumpulan data longitudinal, serta studi kasus dapat membantu menciptakan model bisnis yang adaptif terhadap tantangan sosial-lingkungan,” jelasnya.
Kolaborasi untuk Masa Depan Berkelanjutan
Keberhasilan investasi berdampak bergantung pada kolaborasi lintas sektor. Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa dana publik hanya mampu memenuhi 34% kebutuhan pendanaan isu perubahan iklim, sehingga keterlibatan sektor swasta menjadi krusial. Ada beberapa langkah yang dapat diambil, dimulai dari pembentukan kerangka regulasi yang jelas, menawarkan insentif fiskal, dan menciptakan platform untuk berbagi pengetahuan serta membangun kapasitas.
Eri Budiono kemudian menjelaskan bahwa kolaborasi dengan sektor swasta menjadi pondasi penting dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan. “Dengan kerangka pengukuran yang terstandarisasi, investor akan lebih percaya diri menyalurkan dana ke proyek sosial-lingkungan. Ekosistem yang mendukung akan mempermudah perkembangan sektor ini,” katanya.
Diperkirakan dibutuhkan $2,5 triliun investasi per tahun untuk mencapai TPB secara global. Mengetahui peluang investasi berdampak yang terus berkembang, Indonesia menjadi pemain penting dalam memobilisasi modal untuk hasil yang berdampak bagi masa depan yang lebih baik. Fikri menutup dengan optimisme. “Investasi berdampak adalah jembatan yang menghubungkan solusi lokal dengan tantangan global. Kolaborasi lintas sektor dapat menciptakan masa depan yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.”
Baca Juga: Langkah Nyata Keberlanjutan, PTK Sediakan Sarana Air Bersih di Maumere
Selanjutnya: Daftar Lengkap Usia Presiden AS saat Menjabat (1789–2025), Donald Trump Paling Tua?
Menarik Dibaca: 7 Cara yang Paling Ampuh Menyembuhkan Kolesterol Tinggi, Mau Coba?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News